BELAJAR ILMU KEALAMAN UMUM
(Q.S AL-GHASYIYAH:17-20)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedudukan
ilmu pengetahuan sangatlah tingga di dalam agama islam. Ilmu betul-betul
diperhatikan oleh agama islam, apalagi para penuntut ilmunya. Dalam membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk atau mana yang bermanfaat dan mana yang
mendatangkan keburukan, tentu ilmu sangat berpengaruh dalam membantu
menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sehingga
kita perlu tahudefinisi dari ilmu pengetahuan maupun ilmu yang mengikutinya
seperti ilmu kealaman, humaniora dan lain sebagainya. Allah subhanahu wa ta’ala
sangat memuliakan para penuntut ilmu. Apalagi jika ilmu yang kita pelajari
mampu mendatangkan penambahan iman pada hati kita, tentu itu sangatlah baik.
Melalui makalah ini kita akan
membahas tentang ilmu kealaman umum dengan dasar firman Allah subhanahu wa
ta’ala yaitu surat al-Ghasyiyah ayat 17 s.d 20 melalui beberapa tafsir dan juga
pengetahuan tentang terdepannya Islam dalam pengembangan sebuah ilmu.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
itu ilmu pengetahuan?
2. Apa
saja klasifikasi ilmu pengetahuan?
3.
Bagaimana cara Islam terdepan dalam pengembangan ilmu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu
Pengetahuan
Ilmu pengetahuan berasal
dari dua suku kata; ilmu dan pengetahuan. Secara etimologi, ilmu dalam bahasa
Inggris disebut sebagai science, yang merupakan serapan dari bahasa
latin scientia, yang merupakan turunan dari kata scire, dan
mempunyai arti mengetahui (to know), yang juga berarti belajar (to
learn) (Gie, 2000: 87). Science juga bermakna pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat yang khas (Anshari, 2002:
47).
Sementara
pengetahuan dalam bahasa Inggris disebut sebagai knowledge yang
mempunyai arti; (1) the fact or conditioning of being aware of something
(kenyataan atau kondisi menyadari sesuatu). (2) the fact or conditioning of
knowing something with familiarity gained through experience or association
(kenyataan atau kondisi mengetahui sesuatu yang diperoleh secara umum melalui
pengalaman atau asosiasi).[1][1]
Maka pengertian ilmu
pengetahuan dapat kita artikan sebagai suatu fakta yang bersifat empiris atau
gagasan rasional yang dibangun oleh individu melalui percobaan dan pengalaman
yang teruji kebenarannya.
B.
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Ilmu menempati kedudukan
yang sangat penting dalam Islam. Dalam pandangan Islam, ilmu yang paling
mencakup, paling bermanfaat, dan paling sehat ialah ilmu-ilmu yang paling
mendekat dan menyerupai apa yang teruraikan dalam Kitab Allah SWT dan Sunnah
Rasul-Nya, serta yang paling banyak sekali sebutan dan pengulangannya pada
kedua-duanya. Yaitu, seperti pengetahuan tentang Allah, sifat-sifat-Nya,
nama-nama-Nya, tindakan-tindakan-Nya, perintah-perintah-Nya, serta sebutan
tentang sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan manusia yang mendekatkan diri
kepada-Nya. Ilmu-ilmu ini adalah pokok segala ilmu, tujuan utamanya serta inti
saripatinya. Sering merenungi dan mempelajari ilmu-ilmu di atas akan membuahkan
tambahan iman dan keyakinan kepada Allah, Rasul-Nya, dan hari akhir; mendorong
untuk tetap dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, serta meninggalkan
perbuatan kejahatan dan kemungkaran yang [2][2]mendatangkan
murka-Nya.[3][3]
1)
Ilmu Kealaman
Istilah alam yang terpakai disini
dalam arti alam semesta, jagat raya, yang dalam bahasa inggris diistilahkan
dengan universe. Istilah ini dialih bahasakan kedalam bahasa Arab
dengan alam (عالم). Singkatnya ilmu
kealaman dapat kita artikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang kealaman atau
hal-hal yang bersangkutan dengan alam.
2)
Sains
IPA atau sains merupakan salah satu
cabang ilmu yang fokus pengkajiannya adalah alam dan proses-proses yang ada di
dalamnya. Carin dan Sund (dalam Widowati 2008) mendefinisikan sains sebagai
suatu sistem untuk memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen yang
terkontrol. Disamping itu, sains juga merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (BSNP, 2006).
3)
Ilmu Humaniora
Secara singkat, ilmu humaniora
merupakan ilmu kemanusiaan karena di dalamnya kita diajarkan untuk memanusiakan
manusia. Humaniora merupakan studi yang memusatkan perhatiannya pada kehidupan
manusia, menekankan unsur kreativitas, kebaharuan, orisinalitas, keunikan,
Humaniora berusaha mencari makna dan nilai, sehingga bersifat normatif.
Dalam bidang humaniora rasionalitas tidak hanya dipahami sebagai pemikiran
tentang suatu objek atas dasar dalil-dalil aka, tetapi juga hal-hal yang
bersifat imajinatif.[4][4]
C. Nash dan
Artinya
أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
Tidaklah mereka perhatikan unta, bagaimana ia diciptakan?
وَاِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ
Dan langit, bagaimana ia
ditinggikan?
وَاِلَى اْلجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ
Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan?
وَاِلَى اْلأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
Dan bumi, bagaimana dihamparkan?
Ayat أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ
كَيْفَ خُلِقَتْ Tidaklah mereka perhatikan unta, bagaimana ia diciptakan?!
Disini Allah swt. mengkhususkan unta sebagai
objek pengamatan, mengingat bahwa ia adalah hewan paling berguna bagi bangsa
arab ketika itu. Dan memang ia sesungguhnya adalah hewan yang mengagumkan.
Meski memiliki tubuh serta kekuatan yang amat besar, ia begitu patuhnya, bahkan
kepada seorang yang lemah atau anak kecil sekalipun. Demikian pula dalam hal
kemampuannya mengangkut beban yang berat ke tempat-tempat yang berjarak jauh.
Dengan mudahnya ia duduk ketika akan dibebani
atau ditunggangi, lalu bangkit berdiri lagi untuk meneruskan perjalanan.
Memiliki watak sabar menghadapi beratnya perjalanan, haus dan lapar. Sedikit
saja rerumputan sudah cukup baginya, berbeda dengan hewan-hewan lain yang
sejenis.
Dan masih banyak lagi kelebihan dn
keistimewaannya yang tidak dimiliki hewan selainnya. Kelebihan keistimewaan itu
bukan karena besar tubuhnya, sehingga dapat disamakan dengan gajah, misalnaya.
Sebab, gajah – meskipun memiliki sebagian keistimewaan yang dimiliki oleh unta
– namun ia tidak menghasilkan susu, dagingnya tidak dimakan, dan cara
mengendalikannya pun tidak semudah unta.
Ayat وَاِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ
رُفِعَتْ Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Yang
dimaksud dengan ‘ditinggikan’ adalah pengaturan benda-benda yang berada diatas
kepala kita, seperti matahari, bulan dan bintang-bintang, masing-masing dalam
garis peredarannya, tidak pernah menyimpang dan tidak pernah pula merusak
tatanannya.
Ayat وَاِلَى اْلجِبَالِ كَيْفَ
نُصِبَتْ Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan. Yakni
untuk menjadi tanda bagi para musafir dan tempat berlindung dari kejaran
orang-orang zalim. Di samping itu, pada galibnya ia adalah juga pemandangan
indah bagi siapa yang melihatnya.
Ayat وَاِلَى اْلأَرْضِ كَيْفَ
سُطِحَتْ Dan bumi, bagaimana dihamparkan. Yakni
dengan meratakan permukaannya dan menjadikannya mudah dimanfaatkan oleh
manusia, untuk bermukim diatasnya atapun berjalan di segala penjurunya.
2.
Tafsir Al-Mishbah
“Maka, apakah mereka
tidak memerhatikan kepada unta bagaimana ia diciptakan? Dan langit bagaimana ia
ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?”
Setelah menguraikan
ganjaran yang akan diperoleh pada hari Kemudian oleh orang-orang yang taat, dan
sebelumnya telah menguraikan balasan para pendurhaka, kaum musyrikin masih
tetap bersikeras menolak keniscayaan Hari Kiamat. Sering kali alasan penolakan
mereka adalah keraguan mereka terhadap kuasa Allah swt, dan ilmu-Nya untuk
menghimpun dan menghidupkan kembali tulang-belulang yang telah lapuk dan
terseak kemana-mana. Untuk menampik dalih itu, Allah mengajak mereka yang
meragukan kuasa-Nya untuk memerhatikan alam raya.
Allah berfirman: Maka,
apakah mereka tidak memerhatikan bukti kuasa Allah yang terbentang
di alam raya ini, antara lainkepada unta yang menjadi kendaraan dan bahan
pangan mereka bagaimana ia diciptakan oleh Allah dengan sangat
mengagumkan? Dan apakah mereka tidak merenungkan
tentang langit yang demikian luas dan yang selalu mereka
saksikan bagaimana ia ditinggikan tanpa ada cagak yang
menopangnya? Dan juga gunung-gunung yang demikian tegar dan
yang biasa mereka daki bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi tempat
kediaman mereka dan yang tercipta bulatbagaimana ia dihamparkan?[6][6]
Dalam Tafsir al-Muntakhab, yang
disusun oleh satu tim yang terdiri dari beberapa pakar Mesir, ayat-ayat di atas
dikomentari antara lain sebagai berikut: Penciptaan unta yang sungguh sangat
luar biasa menunjukkan kekuasaan Allah dan merupakan sesuatu yang perlu kita
renungkan.[7][7]
Setiap kali dilakukan
penelitian pada hewan ini oleh para ahli, selalu ditemukan kebenaran perintah
Allah agar kita memerhatikan ciptaan-Nya yang mengandung keistimewaan luar
biasa itu. Demikian Tafsir al-Muntakhab.[8][8]
Ayat di atas menyebut
langit setelah menyebut unta, lalu setelah langit menyebut gunung, dan
sesudahnya bumi. Uraian menyangkut ayat-ayat di atas yakni di daerah Timur
Tengah sepanjang mata memandang adalah padang pasir yang luas. Batas akhir
pandangan mata adalah langit berwarna abu-abu dan biru dalam bentuk bagaikan
tenda kemah yang sedang tertancap di bumi. Saat melihat ke kiri kanan jalan,
yang dapat dilihat adalah gunung-gunung atau tepatnya bukit-bukit terbentang
mengelilingi “kemah” besar itu. Gunung-gunung tersebut bagaikan pasak yang
ditanam agar “kemah” tidak diterbangkan angin.
Dahulu, kendaraan yang
banyak digunakan oleh masyarakat Arab adalah unta. Ayat di atas mengajak mereka
berpikir dan merenung. Tentu saja, yang pertama terlintas dalam benak mereka
adalah yang terdekat kepada diri mereka, yaitu unta yang mereka tunggangi.
Setelah itu, tidak ada lagi yang tampak dengan jelas kecuali langit yang
terbentang dan meninggi.
Karena itu, setelah menuntun
untuk memperhatikan unta, mereka diajak memerhatikan langit, dan dari sana
mereka menemukan gunung yang merupakan pasak bumi ini agar tidak oleng (baca
QS. An-Nahl [16]: 15). Selanjutnya, bumi yang terhampar memudahkan kehidupan
manusia.
Demikian susunan
penyebutan ayat-ayat di atas sangat serasi dengan situasi yang dialami oleh
masyarakat yang ditemui al-Qu’an pertama kali. Sungguh amat serasi
firman-firman Allah itu.[9][9]
D. Islam Terdepan
Dalam Pengembangan Ilmu
Sebagai
umat islam, kita sudah mengetahui betapa memuliakannya Islam terhadap penuntut
ilmu. Terlebih, apabila ilmu yang kita pelajari bisa mendekatkan kita kepada
Yang Maha Kuasa. Islam hadir telah sempurna, tidak ada kecacatan di dalamnya
sehingga tidak perlu ditambah-tambahi apapun itu. Islam juga agama dalil dimana
setiap halnya perlu ada dalil supaya apa yang kita laksanakan tidak sia-sia.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَحْمِلُ هَذَا الْعِلْمَ
مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ، يَنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ،
وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ، وَتَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ.
“Ilmu ini akan dibawa oleh para ulama yang adil
dari tiap-tiap generasi. Mereka akan memberantas penyimpangan/perubahan yang
dilakukan oleh orang-orang yang ghuluw (yang melampaui batas), menolak
kebohongan pelaku kebathilan (para pendusta), dan takwil orang-orang bodoh.”[10][10]
Meceritakan
masa kegemilangan Islam bukan berarti kita membangga-banggakan masa lalu
kejayaan Islam, tapi kita hanya berusaha mengobati hati sebagian pemuda muslim yang
kecewa karena kondisi keterpurukan umat Islam saat ini dan menganggap bahwa
Islam menghalangi kemajuan, dan tidak sedikit di antara mereka yang menjadi
pembenci Islam dan menjelek-jelekkan Islam (musuh dari dalam) karena kecewa
dengan Islam. Padahal tidak demikian faktanya, seorang ilmuan Perancis, Gustave
Le Bon, berangan-angan, “Seandainya kaum muslimin menjadi penguasa di Perancis,
niscaya negara ini akan seperti Cordova di Spanyol yang muslim.” (Arab
Civilization, Hal: 13). Ia juga mengatakan, “Sesungguhnya bangsa Eropa
adalah sebuah kota bagi negeri Arab (umat Islam) karena kehebatan peradaban
yang mereka miliki.” (Arab Civilization, Hal: 566).[11][11]
1)
Bidang Kesehatan[12][12]
Ketika Islam datang,
orang-orang Arab jahiliyah juga mempunyai tabib, sehingga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk berobat. Beliau bersabda,
“Berobatlah! Karena Allah tidak menurunkan penyakit kecuali membuat obatnya.
Kecuali satu penyakit, yaitu tua.” Rasulullah berobat dengan madu, kurma serta
ilalang alami dan yang lainnya. Metode ini dikenal dengan Tibbun Nabawi (Pengobatan
Nabi).
Kaum muslimin tidak
hanya berhenti pada tibbun nabawi, mereka terus bereksperimen dan
terus mengembangkan ilmu kedokteran. Ada seorang dokter muslim pada abad pertengahan,
Ali bin Isa al-Kahal, spesialisasinya pada mata dan banyak merumuskan
teori-teori tentang mata. Ia mengumpulkan teorinya dalam sebuah buku yang
berjudul Tazkirah al-Kahalain. Adapula az-Zahrawi, orang pertama
yang menemukan teori bedah dengan menggunakan suntik dan alat-alat bedah.
Az-Zahrawi mengarang sebuah buku tentang ilmu bedah yang berjudul at-Tashrif
Liman Ajiza an Ta’lif yang diterjemahkan ke bahasa latin oleh ilmuan
Italia, Gerardo (1114 – 1187).
Sejak saat itu buku
teori bedah az-Zahrawi dijadikan dasar-dasar ilmu bedah di Eropa hingga 5 abad
kemudian, yakni abad ke-16, lalu mempengaruhi perkembangan ilmu bedah di masa
berikutnya. Seorang pakar anatomi tubuh, Hallery, mengatakan, “Seluruh pakar
bedah Eropa sesudah abad ke-16 menimba ilmu dan berpatokan pada pembahasan buku
ini (at-Tashrif Liman Ajiza an Ta’lif).” (Fi Tarikh at-Tib fi
ad-Daulah al-Islamiyah, Hal: 132-133).
Kemudian umat Islam juga
merupakan generasi pertama yang membangun rumah sakit. Rumah sakit Islam
pertama kali didirikan pada masa pemerintahan Khalifah al-Walid bin Abdul
Malik, yang memegang jabatan antara 705-715 M. Rumah sakit ini khusus untuk
penderita lepra. Setelah itu banyak rumah sakit dibangun di wilayah-wilayah
kekuasaan Islam lainnya. Saat itu rumah sakit disebut dengan
istilah al-Baimarastanat (tempat tinggal orang sakit)
bukan dengan istilah musytasyfa. Sembilan abad kemudian barulah
rumah sakit-rumah sakit didirikan di Eropa.
2)
Arsitektur
Arsitektur adalah ilmu
yang dikenal sejak dulu karena kebutuhan manusia untuk membuat tempat tinggal
serta tempat-tempat yang menjadi kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-hari,
bahkan hewan pun memiliki naluri dan insting untuk membuat bangunan tempat mereka
tinggal. Namun perhitungan dan perumusannya diperkirakan baru ada di zaman
Mesir kuno, kemudian dilanjutkan peradaban Babilonia dan Yunani.
Ilmu arsitektur masuk ke
dunia Arab Islam melalui penerjemahan buku-buku arsitektur Yunani ke dalam
bahasa Arab, khususnya buku Euclides, Ushul al-Handasah. Dari
sinilah inovasi terhadap ilmu arsiterktur mulai dilakukan.
Orang-orang Arab Islam
membagi arsitektur ke dalam dua bagian; aqliyah (nalar/matematika)
dan hissiyah (seni atau sentuhan), atau dengan bahasa yang
lebih mudah aqliyah adalah yang berkaitan dengan teori
sedangkan hissiyah adalah tataran praktis. Kita dapati
sebagaian karya arsitek Islam, Ibnu Haitsam, membuat teori persamaan dan materi
dalam pembahasan cahaya untuk menentukan titik pantul dalam kondisi bulat
berbentuk cakeram, krucut, cembung, atau botol kaca.
Pujian
pun dilontarkan oleh ilmuan-ilmuan Barat terhadap arsitek dan arsitektur Islam.
Martin Isbraikes, salah seorang orientalis yang meneliti sejarah Islam dalam
masalah arsitektur dan ruang, mengatakan, “Meski dunia Arab diliputi kebodohan
dalam bidang arsitek pada permulaan masa penaklukkan, namun pada kenyataannya
arsitektur-arsitektur Islam terlihat di setiap negeri dan setiap zaman, berikut
pengaruhnya dalam peradaban Islam. Di negeri Islamlah terdapat banyak bangunan
sekolah setempat yang merupakan lambang keahlian pembuatnya.” (Turats Islam
bi Isyraf, Hal: 232).[13][13]
BAB
III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Ilmu
pengetahuan umum merupakan ilmu penunjang bagi ilmu-ilmu syari yang telah
dipelajari, karena ilmu pengetahuan dapat membantu dan urusan-urusan duniawi
ataupun penyelesaian dalam hal-hal yang berkaitan dengan dunia. Ilmu
pengetahuan yang ditekankan disini adalah ilmu kealaman.
Adapun ilmu
kealaman tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu: Ilmu Kealaman. Sains, dan Ilmu
Humaniora. Ketiga ilmu tersebut tentu memiliki keunggulan, manfaat ataupun
kelemahan sendiri-sendiri. Meski demikian, ilmu tersebut juga saling
berkesinambungan dan saling membantu.
Dalam surat
al-Ghasyiyah ayat 17 s.d 20 mengajarkan kepada kita bahwa ada alam yang di
sekitar kita yang mampu diambil ibroh atau manfaat atau pembelajaran
untuk membantu menyelesaikan sebuah perkara hidup. Tentunya terdapat pula bukti
kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala dalam menciptakan maupun membuat semuanya
mampu terjadi dalam sekejap mata. Karena memang Dia-lah yang Maha Mulia, Kuasa,
Perkasa lagi Maha Sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Izzatur Rusuli dan Zakiul Fuady M.
Daud, “ILMU PENGETAHUAN DARI JOHN LOCKE KE AL-ATTAS,” Jurnal Pencerahan,
1:9, (Aceh, Maret 2015)
Eris
Ratnawati, Sri Rahayu, dan Prayitno, “PEMAHAMAN HAKIKAT SAINS,” Jurnal
Online, (Malang)
Al-‘Allamah ‘Abdullah Al-Haddad, Meraih Kebahagiaan Sejati. Ter. Al-Fushul
Al-Ilmiyyah wa al-Ushul Al-Hukmiyyah. (Bandung; Mizan Pustaka, 2005)
https://olimpiadehumaniora3.wordpress.com/about/ (diakses pada hari Kamis, 20 September 2018 pukul 13.16 WIB)
Muhammad
Abduh, Tafsir Al-Qur’an Al Karim (Juz Amma), Penerjemah: Muhammad
Baqir, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999)
M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian
Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
https://almanhaj.or.id/2311-keutamaan-ilmu-syari-dan-mempelajarinya.html, Yazid bin Abdul Qadir Jawas (Diakses pada tanggal 20
September 2018 pukul 13:55 WIB)
https://kisahmuslim.com/3683-penemuan-umat-islam-yang-mengubah-dunia.html, tanpa nama, 15 September 2015
(Diakses pada tanggal 20 September 2018) pukul 13:55 WIB)
[1][1] Izzatur Rusuli
dan Zakiul Fuady M. Daud, “ILMU PENGETAHUAN DARI JOHN LOCKE KE AL-ATTAS,” Jurnal
Pencerahan, 1:9, (Aceh, Maret 2015), hlm. 12-13.
[2][2] Eris
Ratnawati, Sri Rahayu, dan Prayitno, “PEMAHAMAN HAKIKAT SAINS,” Jurnal
Online, (Malang), hlm. 1
[3][3] Al-‘Allamah ‘Abdullah Al-Haddad, Meraih Kebahagiaan Sejati. Ter. Al-Fushul Al-Ilmiyyah
wa al-Ushul Al-Hukmiyyah. (Bandung; Mizan Pustaka, 2005) hlm. 74
[4][4] https://olimpiadehumaniora3.wordpress.com/about/ (diakses pada hari Kamis, 20 September 2018 pukul 13.16 WIB)
[5][5] Muhammad Abduh, Tafsir Al-Qur’an Al Karim (Juz Amma), Penerjemah: Muhammad
Baqir, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), hlm.147
[6][6] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian
Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.274
[10][10] https://almanhaj.or.id/2311-keutamaan-ilmu-syari-dan-mempelajarinya.html,
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
(Diakses pada tanggal 20 September 2018 pukul 13:55 WIB)
[11][11] https://kisahmuslim.com/3683-penemuan-umat-islam-yang-mengubah-dunia.html,
tanpa nama, 15 September 2015 (Diakses pada tanggal 20 September 2018) pukul
13:55 WIB)
0 komentar:
Posting Komentar