MERUBAH KEADAAN NASIB
(QS. AR-RA'AD: 11)
Kenikmatan yang dilimpahkan oleh Allah kepada suatu masyarakat, bisa saja
hilang dan berubah menjadi adzab apabila masyarakat berbuat durhaka dan maksiat
kepada Allah. Begitu sebaliknya, keadaan yang buruk yang menimpa masyarakat
akan berubah menjadi menyenangkan dan penuh nikmat apabila masyarakat berlaku
takwa dan beramal sholeh. Sungguh Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sampai kaum itu mengubah sesuatu yang berada pada diri mereka sendiri.
Kita lahir didunia tidak memilih ibu bapak dan tanah air. Padahal sebagian
besar nasib dan kehidupan kita tergantung kepada bangsa, golongan, dan tempat
kelahiran. Keadaan rumah tangga, pendidikan, perangkat, derajat, mempengaruhi
kedudukan kita dalam pergaulan hidup. Dalam hal itu lepas dari kekuasaan kita
tergantung pada kehendak dan takdir Allah belaka.
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa hakikat
keadaan dan nasib?
2. Bagaimana bunyi
dalilnya?
3. Bagaimana
solusi untuk merubah nasib?
B. TUJUAN
Dari rumusan
masalah diatas, kami bertujuan untuk menjelaskan hal-hal berikut:
1. Mengetahui
hakikat keadaan dan nasib.
2. Mengetahui
dalil tentang merubah keadaan nasib.
A.
Hakikat Keadaan Atau Nasib
Nasib adalah usaha manusia dimana berhasil atau tidaknya
usaha manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri. Artinya usahanya masih
didalam batas kemampuan manusia dan masih di dalam wilayah logika manusia.
Jadi, nasib baik seseorang tidak ditentukan oleh faktor keberuntungan, tetapi
ditentukan oleh usah yang optimal, sedangkan nasib tidak baik seseorang juga
tidak ditentukan oleh faktor ketidak beruntungan, tetapi ditentukan oleh usaha
yang tidak optimal.
Manusia menjalani kehidupan ini
seharusnya senantiasa sesuai dengan hakikat yang telah dianugerahkan Allah SWT
kepadanya yakni sebagai khalifah yang mematuhi segala perintah dan menjauhi
larangannya agar selalu dalam lindungan Allah SWT dan diberi petunjuk jalan
yang benar. Semua kaum muslim percaya adanya takdir yang berasal dari Allah SWT
yakni Qada dan Qadar yakni takdir yang dapat dirubah dan takdir yang sudah
ditetapkan sehingga tidak bisa dirubah seseorang dengan cara apapun. Misalnya,kematian adalah suatu
takdir yang tidak dapat dirubah oleh siapapun dan tentunya tidak dapat
diprediksi kapan datangnya. Namun sudah semestinya sebagai makhluk yang berasal
dari Allah SWT maka tentunya akan kembali padanya tanpa terkecuali.
Dan harus diingat pula bahwasannya takdir yang dapat dirubah
itu sesuai dengan amalan perbuatan diri masing-masing selama hdup didunia.
Sehingga sepatutnya kita selalu berbuat amal kebaikan agar selamat dari azab
Allah SWT yang pedih. Karena sesungguhnya ada para malaikat yang mengawasi dan
mencatat segala amalan yang kita perbuat dan akan mendapatkan ganjaran yang
sesuai dengan yang telah dilakukan.[1][1]
Namun terkadang ketika diri kita
mendapatkan suatu musibah atau kejadian yang tidak sesuai dengan amalan baik
kita maka selalu suudzon dengan takdir Allah SWT bahwa telah bersikap tidak
adil. Padahal sudah sepatutnya kita selalu mensyukuri segala sesuatu yang kita
dapatkan,entah itu baik atau tidak sesuai dengan usaha kita. Karena
sesungguhnya ketika kita diuji dengan segala macam musibah maka disitulah Allah
SWT menguji dan menyeleksi bagaimana iman dan ketaqwaan dari hamabanya
tersebut.
Maka sebagai insan yang bertujuan untuk
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT sesungguhnya jangan selalu mempersalahkan
takdir yang kita dapat,karena Allah SWT telah memberikan apa yang kita butuhkan
bukan yang kita mau untuk menjadikan itu semua diambil manfaat dan
diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari.[2][2]
B.
Ayat Dan Arti
لَهُ
مُعَقِّبَاتٌ مِّنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُوْنَهُ مِنْ
اَمْرِالَّلهِْاِنَّ الَّلهَ لاَيُغَيِّرُوْا
مَابِاَنْفُسِهِمْْوَاِذَااَرَادَالَّلهُ بِقَوْمٍ سُوْءًافَلَا مَرَدَّلَهُ‘وَمَالَهُمْ
مِّنْ دُوْنِهِ مِّنْ وَالٍْ
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, dimuka bumi dan
dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki kuburkan terhadap sesuatu kaum, maka tidak ada yang menolaknya; dan
sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S. Ar Ra’d, 13:11).[3][3]
Penjelasan dari ayat
11:
Menjelaskan bahwasanya pada diri
seorang manusia terdapat beberapa malaikat di hadapan serta di belakang dirinya
yang selalu mengikuti secara bergiliran, mereka mengikuti orang tersebut atas
perintah Allah, sungguh Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai kaum itu
mengubah sesuatu yang berada pada diri mereka sendiri, apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tiada yang dapat meluputkan
diri terhadap hal tersebut, bahwa tiada pelindung untuk kaum itu selain Dia.[4][4]
C.
Tafsir
a. Tafsir Al-Mishbah
Malaikat-malaikat atau
makhluk yang selalu mengikutinya secara bergiliran, dihadapannya dan juga
dibelakangnya, mereka yakni para malaikat itu menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum dari positif ke negatif atau
sebaliknya dari negatif ke positifsehingga mereka merubah apa yang ada pada
diri mereka, yakni sikap mental dan pikiran mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, tetapi ingat bahwa Dia tidak
menghendakinya kecuali jika manusia mengubah sikapnya terlebih dahulu. Jika
Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka ketika itu berlakulah
ketentuan-Nya yang berdasar sunnatullah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang
ditetapkan-Nya. Bila itu terjadi, maka tak ada yang dapat
menolaknya dan pastilaha sunatullah menimpanya, dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka yang jatuh atasnya ketentuan tersebut selain Dia.[5][5]
b.Tafsir Al – Maraghi
Ø
Manusia di kelilingi empat malaikat:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ
وَمِنْ خَلْفِهِ
Manusia mempunyai para malaikatyang bergantian mengawasinya di waktu
malam dan siang hari, menjaganya dari bahaya, dan mengawasi keadaannya,
sebagaimana para malaikat yang lain bergantian mengawasi perbuatannya, apakah
baik atau buruk. Ada para malaikat di waktu malam dan ada para malaikat di
waktu siang. Dua malaikat masing-masing berada di samping kanan dan kiri untuk
mencatat perbuatannya. Malaikat yang berada di samping kanan memcatat perbuatan
baik, sedangkan malaikat yang berada di samping kiri mencatat perbuatan buruk.
Dua malaikat lain menjaga dan memeliharanya; satu dari belakang dan satu dari
depan. Jadi dia di ampit oleh empat malaikat
di waktu siang, dan empat malaikat di waktu malam secara bergantian, dua
malaikat penjaga dan dua malaikat pencatat amal.
Ø
Perkara pencatatan tidak mustahil bagi akal:
يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ
Para malaikat itu menjaga manusia dengan perintah, izin dan pemeliharaan
Allah Ta’ala. Untuk menjaga segala perbuatan kita. Dia menjadikan para malaikat
pencatat yang mulia meskipun kita tidak mengetahuinya apa pena dan tinta
mereka? Bagaimana kitab mereka? Dimana tempat mereka? Dan apa hikmahnya?
Padahal, Allah Ta’ala sendiri mengetahui segala perbuatan manusia, sehingga
cukup bagi-Nya untuk memberikan pahala atau siksa atas perbuatan tersebut. Ibnu
Abbas mengatakan, mereka adalah para malaikat yang mengawasi di waktu malam,
mencatat perbuatan manusia dan menjaganya dari depan dan belakangnya. Penjagaan
ini atas perintah dan izin Allah, karena tidak ada seorang pun di antara para
malaikat dan makhluk lain yang dapat melindungi seseorang dari ketetapan Allah
atasnya, kecuali dengan perintah dan izin-Nya. Maka jika datang takdir Allah
para malaikat itu meninggalkannya .
Ø
Kezaliman: Pertanda rusaknya kemakmuran:
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak
akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum, berupa nikmat dan kesehatan, lalu
mencabutnya dari mereka., sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri
mereka sendiri, seperti kezaliman sebagian mereka terhadao sebagian yang lai,
dan kejahatan yang menggrogoti tatanan masyarakat serta menghancurkan umat,
seperti bibit penyakit menghancurkan individu.
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا
مَرَدَّ لَهُ
Apabila
Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum, seperti penyakit, kemiskinan dan
musibah lain yang disebabkan oleh ulah mereka sendiri, maka ada seorangpun yang
dapat melindungi mereka daripadanya. Tidak pula dapat menolak apa yang telah
ditakdirkan Allah bagi mereka.
وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Mereka tidak mempunyai selain Allah Ta’ala
seseorang yang dapat menolong mereka, sehingga mendatangkan manfaat dan menolak
kemudaratan dari mereka. Tuhan-tuhan yang mereka jadikan tidak dapat melakukan
sedikit pun dari semua itu, tidak pula dapat menolak bahaya
dari dirinya sendiri, lebih-lebih menolaknya dari yang lain.[6][6]
c. Tafsir Al –
Azhar
Bahwasanya malaikat-malaikat sengaja disediakan
oleh Allah untuk menjaga kita seluruh makhluk ini dengan bergiliran. Maka
tersebutlah didalam beberapa hadits bahwasanya makhluk itu dijaga terus oleh
malaikat, ada yang bernama malaikat Roqib dan ‘Atid, menjaga caranya manusia
beramal. Raqib menulis amalan yang baik, ‘Atid mencatat amalan yang jahat. Dan
tersebut juga di dalam hadits bahwasanya ada malaikat yang menjaga semata-mata
malam hari, datangnya bergiliran pada waktu subuh dan sehabis waktu asar.[7][7]
D.
Pengertian Ikhtiar
Usaha merupakan setiap aktifitas yang dilakukan manusia untuk mendapatkan
apa yang diinginkan. Jika diartikan secara khusus, istilah usaha dapat
diartikan kedalam banyak makna dan sangat bergantung dengan dimana istilah
usaha ini digunakan.
Ikhtiar atau usaha adalah
suatu langkah atau perbuatan manusia untuk mencapai apa yang diinginkannya atau
yang dicita-citakannya. Dalam berikhtiar, manusia tidak perlu memikirkan
tentang takdir yang akan berlaku pada dirinya. Sebab setiap orang tidak mungkin
akan mengetahui nasibnya dimasa yang akan datang. Yang terpenting bagi seorang
manusia, yaitu berikhtiar dengan sekuat tenaga, tidak boleh berpangku tangan,
atau menunggu takdir yang baik. Allah swt telah berfirman bahwa nasib suatu
kaum atau umat akan berubah apabila umat atau kaum itu sendiri yang merubahnya.[8][8]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dalam Al-Qur’an surat Ar
Ra’d ayat 11 kita dapat memahami bahwasanya kita selalu diawasi oleh para
malaikat yang selalu mencatat segala amal perbuatan kita, jika itu perbuatan
buruk maka akan mendapatkan ganjaran yang setimpal begitupun sebaliknya apabila
perbuatan itu baik, maka akan mendapatkan kenikmatan berupa kebaikan. Sehingga
kita sebagai muslim, hendaknya selalu berhati-hati dalam melakukan perbuatan
agar tidak durhaka terhadap Allah swt. Karena sesungguhnya, kebahagiaan dan
kenikmatan yang dilimpahkan Allah swt bisa saja berubah menjadi azab dan
ganjaran di akhirat nanti adalah neraka.
Perubahan dalam
memperbaiki amalan perbuatan kita selama di dunia ini akan membawa keberkahan
nantinya di akhirat. Tujuan pendidikan islam secara khusus, memberikan
pandangan agar dalam diri manusia tertanam jiwa untuk selalu taat memeatuhi
segala perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Untuk itu, sudah sepatutnya
dimulai dari diri sendiri untuk berubah menjadi insan yang baik agar memberikan
perubahan sesuai dengan makna sebenarnya dari Al-Qur’an surat Ar Ra’d ayat 11
sehingga tidak banyak penafsiran kembali nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka
Pajimas
http://www.alonblog.com/2015/12/bacaan-artinya-kosakata-serta-kandungan_89.html
Mustofa Ahmad. 1987. Tafsir Al-Maraghi. Semarang:
CV. Thoha Putra
Shihab Quraish. 2002. Tafsir Al mishbah. Jakarta:
Lentera Hati
Shihab Quraish. 2010. Al-Qur’an dan maknanya. Tangerang: Lentera Hati
Shihab Quraish. 2013. Lentera
Al-Qur’an:kisah dan hikmah kehidupan. Bandung: Mizan Media Utama
[1][1]M. Quraish shihab, Lentera Al-Qur’an:kisah dan hikmah kehidupan (Bandung:
Mizan Media Utama, 2013), hlm 74
0 komentar:
Posting Komentar