PERILAKU ORANG BERILMU
(QS. AZ-ZUMAR: 9)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetahuan
Manusia
Ilmu
pengetahuan adalah anugrah yang sangat agung, dan rahasia Illahi yang paling
besar dari sekian banyak rahasia Allah di alam ini. Dengan ilmu pengetahuan, manusia
dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhalifahan dimuka bumi, yang memiliki
kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya.[1][1]
Orang yang
berpengetahuan dan yang tidak berpengetahuan, tentu saja memiliki
perbedaan-perbedaan. Seperti yang terkandung dalam surat Az-Zumar (39):9.
Sesungguhnya
orang yang dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul Albab, yakni orang-orang
yang cerah pikirannya.[2][2] Yang berarti
yaitu orang-orang yang berpengetahuan dan berakal budi.
Menurut A.
Yusuf Ali meringkas sumber pengetahuan manusia menjadi 3, yakni wahyu, rasio,
dan indera yang tidak terlepas dari pedoman ilmu utama yaitu Al-Qur’an dan
Al-Hadis. Menurut pola Al-Qur’an, pengetahuan manusia diperoleh dari wahyu atau
penobatan secara ketuhanan atau pengetahuan yang absolut (haqq al-yaqin), rasionalisme
atau kesimpulan yang didasari pada keputusan dan penilaian/pengharapan
fakta-fakta (al-‘ilm al-yaqin), serta melalui empirisme dan persepsi
yaitu dengan menggunakan observasi, eksperimen dan semacamnya (‘ain
al-yaqin).[3][3]
B. Dalil Perilaku
Orang Berilmu
Surat Az-Zumar
(39) ayat 9:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا
يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ
يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا
الْأَلْبَابِ ﴿٩﴾
Artinya:
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Apakah akan
sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak
berpengetahuan?” Yang akan ingat hanyalah semata-mata orang-orang yang
mempunyai akal budi.”
a.
Tafsir Al-Azhar
Pada ayat diatas kita ketahui bahwa,
Nabi disuruh lagi oleh Tuhan menanyakan, pertanyaan untuk menguatkan hujjah
kebenaran; “Katakanlah! Apakah akan sama orang-orang yang berpengetahuan
dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan?” pokok dari semua pengetahuan
ialah mengenal Allah. Tidak kenal kepada Allah sama artinya dengan bodoh.
Karena kalaupun ada pengetahuan, padahal Allah yang bersifat Maha Tahu, bahkan
Allah itupun bernama ‘ilmun (pengetahuan), samalah dengan bodoh. Sebab
dia tidak tahu akan kemana diarahkannya ilmu pengetahuan yang telah
didapatkannya itu. “yang akan ingat hanyalah semata-mata orang-orang
yang mempunyai akal budi.” (ujung ayat 9)
Sampai kelangit
pun pengetahuan, Cuma kecerdasan otak. Belumlah dia mencukupi kalau tidak ada
tuntunan jiwa. Iman adalah tuntunan jiwa yang akan jadi pelita bagi pengetahuan
manusia.
Albab diartikan akal
budi. Dia adalah kata banyak dari lubb, yang berarti isi, intisari atau
teras. Dia adalah gabungan diantara kecerdasan akal dan kehalusan budi. Dia
meninggikan derajat manusia.[4][4]
b.
Tafsir
Al-Mishbah
Setelah ayat
yang lalu mengecam dan mengancam orang-orang kafir, ayat diatas menegaskan
perbedaan sikap dan ganjaran yang akan mereka terima dengan sikap dan ganjaran
bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman : apakah orang-orang yang
beribadah secara tekun dan tulus di waktu-waktu malam dalam keadaan sujud dan
berdiri secara mantap demikian juga yang ruku, dan duduk atau berbaring,
sedangkan ia terus menerus takut kepada siksa akhirat dan dalam saat yang sama
senantiasa mengharapkan rahmat Tuhannya sama dengan mereka yang baru berdoa
saat mendapat musibah dan melupakan-Nya ketika memperoleh nikmat serta
menjadikan bagi Allah sekutu-kutu? Tentu saja tidak sama! Katakanlah: “Adakah
sama orang-orang yang mengetahui hak-hak Allah dan mengesakan-Nya dengan
orang-orang yang tidak mengetahui hak Allah dan mengkufuri-Nya?”Sesungguhnya
orang yang dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul Albab, yakni orang yang
cerah pikirannya.[5][5]
c.
Tafsir
Al-Munier
Setelah Allah
menerangkan perihal sifat-sifat buruk orang kafir, Allah memberikan
perbandingan antara sifat-sifat mereka dengan sifat-sifat orang beriman – yakni
tidak berserah diri kecuali hanya pada Allah SWT., Allah sebutkan:
1.
Apakah orang kafir itu lebih baik keadaan dan
tempat kembalinya, ataukah orang beriman pada Allah, yang selalu taat dan
tunduk, selalu dalam keadaan beribadah kepada Rabb-nya (baik dalam keadaan
tidur, duduk, ataupun berdiri; di sepanjang malam), di samping itu mereka juga
takut adzab akhirat dan juga mengharapkan belas kasihNya.
(bentuk pertanyaan yang tak perlu
jawaban (istifhaam inkaariy/ bentuk pertanyaan yang berarti pengingkaran),
artinya: orang beriman lebih baik daripada orang kafir.
2.
Apakah sama,
antara orang yang mengetahui (‘alim/ pandai) dengan orang yang tidak mengetahui
(jahil/ bodoh), Sesungguhnya tiada lain yang bisa mengambil pelajaran hanyalah
orang-orang yang mempunyai pikiran/ akal (ulul albaab).
3.
Tidak sama
antara 2 kelompok ini:
‘alim (orang
yang mengetahui): dia ketahui kebenaran dan mau mengamalkan serta istiqomah
padanya.
jahil (orang yang bodoh): dia ketahui
kebenaran akan tetapi ia tidak mau untuk
mengamalkan, atau mereka tak ketahui kebenaran dan kebathilan juga tidak
mau untuk mengetahuinya.
4.
Pelajaran yang
dapat diambil dari ayat di atas adalah:
a.
Orang beramal
di malam hari lebih terjaga niatnya (aman dari sifat riya’)
b.
Orang yang
tunduk (pada Allah) slalu mempergunakan waktunya untuk beribadah kepadaNya. baik di waktu duduk,
berdiri, bahkan dalam keadaan berbaring.
c.
Keutamaan Qiyaamul
lail.
d.
Orang-orang
yang tidak bisa mengambil pelajaran (‘ibroh).
e.
Ayat ini
menunjukkan atas ‘kesempurnaan manusia’ bilamana mereka mempunyai 2 hal pokok;
yakni, ilmu dan amal (wujud konsekuensi atas ilmu yang ia punya)[6][6].
d.
Tafsir
Al-Maraghi
Setelah Allah
SWT menerangkan sifat-sifat orang musyrik, maka dilanjutkan dengan menyebutkan
hal-ihwal orang-orang Mu’min yang tekun melakukan ketaatan, yaitu yang hanya
bersandar dan mengharapkan rahmat serta takut kepada adzab-Nya. Kemudian Allah
SWT menegaskan tentang tidak ada kesamaan antara orang yang taat dan orang yang
bermaksiat diantara keduanya, dan memperingatkan tentang keutamaan ilmu dan
betapa mulianya beramal berdasarkan ilmu.
Allah berfirman: ”Katakanlah, apakah sama
orang yang mengetahui pahala yang akan mereka peroleh bila melakukan ketaatan
kepada Tuhan mereka dan mengetahui hukuman yang akan mereka terima bila mereka
bermaksiat kepada-Nya, dengan orang-orang yang tidak mengetahui hal itu. Yaitu
orang-orang yang merusak amal perbuatan mereka.”
Perkataan
tersebut menunjukan bahwa orang-orang yang pertama mencapai derajat kebaikan
tertinggi, sedang yang lain jatuh ke dalam jurang keburukan. Dan hal itu
tidaklah sulit dimengerti oleh orang-orang yang sabar dan tidak suka membantah.
Kemudian, Allah SWT menerangkan bahwa hal tersebut hanyalah dapat dipahami oleh
setiap orang yang memiliki akal. Karena orang-orang yang tidak tahu, seperti
yang telah disebutkan, dalam hati mereka terdapat tutup sehingga tidak dapat
memahami suatu nasihat, dan tidak berguna bagi mereka suatu peringatan.
Pada ujung
surat Az-Zumar ayat 9 disebutkan, sesungguhnya yang dapat mengambil pelajaran
dari hujjah-hujjah Allah dan dapat menuruti nasihat-Nya dan dapat
memikirkannya, hanyalah orang-orang yang mempunyai akal dan pikiran yang sehat,
bukan orang-orang yang bodoh dan lalai. Kesimpulannya, sesungguhnya yang
mengetahui perbedaan antara orang yang tahu dengan yang tidak tahu hanyalah
orang yang mempunyai akal pikiran yang sehat, yang dia pergunakan untuk
berpikir.[7][7]
C. Perbedaan Orang
Berilmu dan Orang Tak Berilmu
Dalam
QS.Az-Zumar ayat 9, Allah SWT membedakan antara orang yang berilmu dan orang
yang jahil. Keduannya tidak sama. Seperti halnya antara orang buta dan orang
yang melihat, kegelapan dan cahaya, orang yang hidup dan mati, manusia dan
hewan, serta antara penghuni surga dan penghuni neraka.[8][8]
Melihat dari
beberapa tafsir surat Az-Zumar ayat 9, dapat disimpulkan bahwa perbedaan orang
berilmu dan orang tak berilmu jelas berbeda, berikut diantaranya:
1.
Orang yang
berilmu akan mudah meluruskan niat serta akhlaqnya untuk mengabdikan diri
kepada Allah SWT karena memiliki iman yang merupakan pelita bagi jiwa yang
berpengetahuan dan tidak mudah goyah, berbeda dengan orang yang jahil akan
mudah goyah dan terpengaruh.
2.
Orang yang
berilmu adalah orang yang takut kepada Allah dan azhab-Nya.
3.
Orang yang
berilmu cenderung memiliki kehalusan budi dan mengedepankan kecerdasan akal.
4.
Orang yang
berilmu akan tau tata cara mengamalkan ilmu yang telah didapatkannya, sedangkan
orang yang tidak berilmu, tidak tau apa yang akan diamalkannya serta bagaimana
tatacara mengamalkannya serta cenderung berdiam diri menerima kejumudan.
5.
Orang yang
berilmu dapat menangkap suatu pelajaran atau hikmah disetiap kejadian dan
mensyukurinya, sedangkan yang tidak berilmu cenderung tidak dapat menangkap
suatu pelajaran bahkan peringatan dan tidak mengetahui hak Allah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu
pengetahuan adalah anugrah yang sangat agung, dan rahasia Illahi yang paling
besar dari sekian banyak rahasia Allah di alam ini. Dengan ilmu pengetahuan,
manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhalifahan dimuka bumi, yang
memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya.
Dalam Al-Qur’an
Surat Az-Zumar ayat 9, menjelaskan tentang perbedaan orang-orang yang taat dan
berpengetahuan dengan orang-orang yang jahil atau tidak berpengetahuan. Dengan
perbedaan salah satunya yaitu orang yang berpengetahuan cenderung menggunakan
akalnya untuk senantiasa berpikir agar bisa mengambil pelajaran kemudian
mengamalkannya serta untuk meluruskan akhlaq maupun aqidah untuk mengabdikan
diri kepada Allah SWT dan orang yang berilmu yaitu orang yang takut akan Allah
dan azhab-Nya. Berbeda dengan orang
jahil atau tidak berilmu, mudah terpengaruh pada sesuatu dan tidak dapat
mengambil suatu pelajaran atau Ibrah karena cenderung berdiam diri dalam
kejumudan.
Adapun sumber
utama ilmu yaitu Al-Qur’an dan Hadis, dan terdapat pula 3 sumber manusia
berpengetahuan yaitu melalui wahyu, rasio, dan indera.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghiy, Ahmad Mustafa. 1992. Tafsir Al-Maraghiy
Juz XXIII. Semarang: CV Toha Putra
Hamka. 1982. Tafsir Al Azhar Juz XXIV.
Jakarta: Pustaka Panjimas
http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/01/makalah-tafsir-surat-az-zumar-ayat-9.html, Diakses pada
6 september 2018, 09:21.
Munir, Ahmad. 2008. Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan
Al-Qur’an tentang Pendidikan. Yogyakarta: Teras
Qardhawi, Yusuf. 1998. Al-Qur’an Berbicara tentang
Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah.
Jakarta: Lentera Hati
Shihab, M.Quraish. 2012. Al-Lubab Makna, Tujuan, dan
Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati
Siswanto. 2011. Epistimologi Pendidikan Islam. Jurnal
Cendekia, Vol. 9, No.1: 8
[1][1] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi Mengungkap
Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2008), h. 94
[2][2] M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan,
dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an, (Tangerang: Lentera Hati, 2012),
h.420
[6][6] http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/01/makalah-tafsir-surat-az-zumar-ayat-9.html,
Diakses pada 6 september 2018, 09:21.
[7][7] Ahmad Mustafa Al-Maraghiy, Tafsir
Al-Maraghiy Juz XXIII, (Semarang: CV Toha Putra, 1992) h. 260-261
[8][8] Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara
tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani, 1998), h. 93
0 komentar:
Posting Komentar