SIFAT ORANG BERILMU
(QS. FAATHIR: 28)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia dengan sangat sempurna,
dibandingkan makhluk lainya yaitu dengan di berikanya akal. Dengan akal manusia
dapat membedakan mana yang baik dan tidak, oleh karena itu haruslah kita
bersyukur atas apa yang di berikan Allah yaitu dengan menggunakan akal kita
untuk mencari ilmu. Ilmu merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena
orang yang berilmulah yang dapat melihat betapa besar kekuasaan Allah yang
dapat menciptakan alam semesta yang beraneka ragam.
Keanekaragaman yang Allah ciptakan seperti manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam
warnanya dan jenisnya, itu semua karena kehendak-Nya. Maka Allah terangkan pula
bahwa semua itu takkan diketahui sebaik-baiknya kecuali oleh orang-orang yang
berilmu. Orang-orang yang takut kepada
Allah lalu bertakwa terhadap hukumanya dengan cara patuh hanyalah orang-orang
yang mengetahui tentang kebesaran kekuasaaan Allah atas hal-hal apa saja yang
dia kehendaki, dan Dia melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Karena orang yang
mengetahui hal itu, dia yakin tentang hukuman Allah atas siapapun yang
bermaksiat dengannya.
Dalam makalah ini akan di jelaskan akidah dan bukti keesaan
dan kekuasaan Allah, dimana hal tersebut di jelaskan dalam surah fathir ayat ke
28.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sifat (karakter) orang yang berilmu?
2.
Bagaimana dalil sifat orang yang berilmu?
3. Apa
saja syarat dikatakan orang yang berilmu?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui sifat (karakter) oran yang berilmu
2.
Mengetahui dalil sifat orang yang berilmu
3.
Mengetahui syarat dikatakan orang yang berilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sifat (karakter) Orang Berilmu
Ilmu adalah suatu sifat yang dengan sifat tersbut sesuatu
yang dituntut bisa terungkap dengan sempurna. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa ilmu merupakan sarana untuk menungkap, mengatasi, menyelesaikan dan
menjawab persoalan yang sedang dihadapi dalam hidup dan kehidupan manusia.
Ibnu Abbas mengatakan: “Alim sejati di antara Arrahman ialah
yang tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatupun, dan yang halal tetap halal
dan yang haram tetap haram, serta memelihara perintahNya dan yakin bahwa dia
akan bertemu dengan Allah, lalu selalu menghitung amalnya sendiri”.
Sedangkan menurut Hasan Al-Basri berkata:”Orang yang berilmu
ialah orang takut kepada Allah yang maha pengasih, sekalipun dia tidak
mengetahui-Nya. Dan menyukai apa yang di sukai oleh Allah dan menghindari apa
yang di murkai Allah.[1][1]
Sering
terjadi pada sebagian pencari ilmu penyakit sombong, merasa dirinya paling
soleh dan menganggap orang lain semuanya dibawahnya. Kemudian merasa paling
dekat dengan Allah dan di cintain-Nya, sedangkan yang lain dianggap jauh dan
tidak di cintai oleh Allah. Dan pada puncaknya dia merasa dosa-dosanya di
ampuni, sedangkan dosa orang lain tidak akan diampuni. Hal seperti itu
sangatlah tidak baik dan di tentang oleh Allah SWT. seperti firmanya dalam
surah An-Najm:32 yang artinya “ Janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah
yang paling mengetahui siapa orang yang bertakwa.” (QS. An-Najm:32).[2][2]
B. Dalil
Sifat Orang Berilmu: Takut Kepada Allah SWT
Surat Fathir: 28
وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْاَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ
أَلْوَانُهُ كَذلِكَ إِنَّمَايَخْشَى اللهَ مِنَ عِبَادِه الْعُلَمَاءُ إِنَّ
اللهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ(28)
Artinya: “Dan demikian (pula) di
antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang
bermacam-macam warnanya dan jenisnya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di
antara hamba-hambanya, hanyalah ulama. Sesunggunya Allah maha perkasa lagi maha
pengampun.”[3][3]
Dari keterangan surat di atas bahwa di antara manusia, binatang
melata, dan binatang ternak, bermacam-macam juga bentuk, ukuran, jenis, dan
warnanya. Sebagian dari penyebab perbedaan itu dapat di tangkap maknanya oleh
ilmuwan dan karena itu sesungguhnya yang takut lagi kagum kepada Allah SWT.
diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama atau para ilmuwan. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.[4][4] Seperti
Firman Allah Ta’ala:
وَمِنْ
آيَاتِهِ خَلْقُ السَّموَاتِ وَالْاَرْضَ وَاخْتِلَافِ أَلْسِنَتِكُمْ
وَأَلْوَانِكُمْ
Dan di antara tanda-tanda kekuasannya ialah menicptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. (Ar-Rum, 30:22)
Dan setelah Allah menyebutkan satu persatu tanda-tanda
kebesaran, bukti-bukti kekuasaan dan bekas-bekas penciptannya, maka Dia
terangkan pula bahwa semua itu takkan diketahui sebaik-baiknya kecuali oleh
orang-orang yang berilmu tentang rahasia-rahasia alam semesta, yaitu
orang-orang yang mengetahui tentang rincian-rincian ciptaan Allah. Mereka
itulah yang faham akan hal itu sebaik-baiknya dan mengtahui betapa keras
hantaman Allah dan betapa besar tekadnya. Orang-orang yang takut kepada Allah lalu bertakwa
terhadap hukumanya dengan cara patuh hanyalah orang-orang yang mengetahui
tentang kebesaran kekuasaaan Allah atas hal-hal apa saja yang dia kehendaki,
dan Dia melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Karena orang yang mengetahui hal
itu, dia yakin tentang hukuman Allah atas siapapun yang bermaksiat dengannya.
Maka dia merasa takut dan ngeri kepada Allah karena khawatir mendapat
hukumannya.
Ada sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia
berkata:
Orang yang berilmu tentang Allah Yang Maha Pengasih diantara
hamba-hambanya ialah orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun;
mengahalalkan apa yag di halalkan Allah dan mengaharamkan apa yang di
haramkanya, memelihara wasiatnya dan yakin bahwa dia akan bertemu denganya dan
memperhitungkan amalnya.
Hasan Al-Bashid berkata:
“ Orang yang berilmu ialah orang yang takut kepada Allah
Yang Maha Pengasih, sekalipun Dia tidak mengetahuinya. Dan menyukai apa yang di
sukai oleh Allah dan menghindari apa yang di murkai Allah.” Sedang menurut
riwayat dari aisyah:
صَنَعَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَخَصَ فِيْهِ , فَتَنَزَّهَ
عَنْهُ قَوْمٌ , فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيُّ صَلَى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ,
فَخَطَبَ فَحَمِدَ اللهَ ثُمَّ قَالَ : مَابَالُ أَقْوَامٌ يَتَنَزَّهُوْنَ عَنِ
الشَّىءِ أَصْنَعَهُ, فَوَااللهِ إِنِّى لَأَعْلَمُهُمْ بِاللهِ وَ أَشَدُّهُمْ
لَهُ خَشْيَةً.
Rasulullah saw. melakukan sesuatu lalu beliau memberi
rukhshah (keringanan) mengenai sesuatu itu. Namun ada suatu kaum yang
menghindarinya, maka ha itu di dengar oleh Nabi saw. lalu beliaupun berkhotbah.
Dipujinya allah kemudian beliau
bersabda, “kenapa ada kaum yang menghindari sesuatau yang aku perbuat. Demi
Allah, sesungguhnya aku adalah yang paling takut kepadanya diantara mereka.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Kemudian Allah menerangkan sebab dari sikap takut para ulama
kepada Allah, karena sesungguhnya Allah maha perkasa dalam memberi hukuman
terhadap yang kafir kepadanya, dan maha pengampun akan dosa-dosa dari orang
yang beriman dan taat kepadanya. Jadi Allah maha kuasa untuk menghukum
orang-orang yang bermaksiat dan menekan mereka, dan maha kuasa pula untuk
memberi pahala kepada orang yang taat atau memberi maaf pada mereka. Dan adalah
hak dari Allah yang memberi hukuman dan pahala yang untuk di takuti.[5][5]
Pengetahuan tentang fenomena alam dan sosial, demikian juga
pengetahuan agama, mestinya mengahsilkan khasyat, yakni “rasa takut disertai
penghormatan, yang lahir akibat pengetahuan tentang objek”, pernyataan Al-Quran
bahwa yang memiliki sifat tersebut hanya ulama, mengandung arti bahwa yang
tidak memilikinya tidak wajar dinamai ulama atau cedekiawan.[6][6]
C. Syarat
Dikatakan Orang Berilmu
Seseorang dapat dikatakan berilmu apabila memiliki syarat
sebagai berikut:
1.
Memiliki rasa takut yang tinggi kepada Allah SWT.
2.
Selalu beramal sesuai dengan ilmunya.
3.
Menyebarkan ilmu yang dimilikinya dan tidak menyembunyikannya.
4.
Selalu berfikir dan mentadaburi tanda-tanda kekuasaan Allah SWT, meyakini bahwa
seluruh yang Allah ciptakan tidak ada kebatilan sedikitpun didalamnya.
5.
Tidak menjadikan ilmunya (ilmu agama) untuk mengeruk keuntungan dunia dengan
cara yang diharamkan oleh agama.
6.
Selalu mengikuti yang terbaik dari apa yang di dapatkan dan selalu mencari yang
paling mendekati kebenaran.
7.
Tidak akan menyampaikan ilmunya kecuali benar-benar telah diketahui kebenaran
ilmu tersebut dan tidak berbicara kecuali kebenaran semata.[7][7]
8.
Tawadhu’ (rendah diri).
9.
Yakin akan janji-janji (ancaman dan pahala Allah).
Karena justru tawadhu’ dan merasa
kecil atau lemah maka tiada henti menuntut ilmu hingga masuk liang kubur,
demikian wafat dalam kondisi syahid yang berarti khusnul khotimah.
Syukurlah bahwa setelah penutup para
nabi, yaitu Nabi Muhammad saw. wafat, Allah telah menetapkan dengan
kekuasaannya para pewaris ilmu yaitu sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, dan
pewaris ilmu (quran dan hhadis) sesudah mereka yaitu para ulama soleh.
Ulama-ulama tersebut tempat kita bertanya, tempat kita berpijak untuk landasan
beramal dan beribadah yang harus kita hormati, cintai dan ikuti.[8][8]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu merupakan suatu hal yang sangat di butuhkan oleh
manusia, karena ilmu adalah suatu sifat yang dengan sifat tersbut sesuatu yang
dituntut bisa terungkap dengan sempurna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ilmu merupakan sarana untuk menungkap, mengatasi, menyelesaikan dan menjawab
persoalan yang sedang dihadapi dalam hidup dan kehidupan manusia seperti yang
di terangkan dalam surah Al-Fathir ayat 28.
Dan orang yang berilmu itu harus memiliki syarat-syarat
tertentu, seperti Memiliki rasa takut yang tinggi kepada Allah SWT, Selalu
beramal sesuai dengan ilmunya, Menyebarkan ilmu yang dimilikinya dan tidak
menyembunyikannya, Selalu berfikir dan mentadaburi tanda-tanda kekuasaan Allah
SWT, meyakini bahwa seluruh yang Allah ciptakan tidak ada kebatilan sedikitpun
didalamnya, Tidak menjadikan ilmunya (ilmu agama) untuk mengeruk keuntungan
dunia dengan cara yang diharamkan oleh agama,dan Tidak akan menyampaikan
ilmunya kecuali benar-benar telah diketahui kebenaran ilmu tersebut dan tidak
berbicara kecuali kebenaran semata.
Dimana hal diatas haruslah dimiliki oleh orang yang berilmu,
supaya orang yang berilmu tetap taat dan patuh kepada Allah SWT, dan ilmu yang
di dapatkan adalah ilmu yang di ridhoi Allah sehingga dapat bermanfaat bagi
diri sendiri dan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1992. Tafsir
Al-Maraghi 22. Semarang: CV Tohaputra
http://ghufron-dimyati.blogspot.com/2016/09/tt1-2b-sifat-orang-alim-qs-fathir-ayat.html?m=1 (7 September 2018)
Shihab, M. Quraish. 2012. AL-LUBAB:
makna, tujuan, dan pelajaran dari surah-surah Al-Quran. Tanggerang: Lentera
Hati
https://www.google.co.id/url?sa=&source=web&rct=j&url=http://web.ipb.ac.id/~kajianislam/pdf/ (8 September 2018)
http://www.fotodakwah.com/2015/06/sifat-orang-berilmu:html?m=1 (9 September 2018)
[4][4] M.
Quraish Shihab, AL-LUBAB: makna, tujuan, dan pelajaran dari surah-surah
Al-Quran, (Tanggerang: Lentera Hati, 2012), hlm. 293.
0 komentar:
Posting Komentar