SUBJEK PENDIDIKAN HAKIKI Q.S AN-NAJM : 5-6 "MALAIKAT SEBAGAI PENDIDIK"


"MALAIKAT SEBAGAI PENDIDIK"
(Q.S AN-NAJM : 5-6)
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kita sebagai umat beragama, Islam, tentunya mempunyai pedoman hidup sesuai perintah Allah SWT yaitu Al-Qur’an. Dalam pedoman tersebut terdapat aturan-aturan yang harus kita laksanakan dan larangan-larangan yang harus kita tinggalkan. Al-qur’an adalah sumber hukum islam yang pertama bagi umat muslim. Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia di dalamnya menyimpan berbagai mutiara yang mahal harganya yang jika dianalisis secara mendalam sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Diantara mutiara tersebut adalah beberapa konsep pendidikan yang terkandung dalam Al-Quran, diantara konsep tersebut adalah konsep awal pendidikan, kewajiban belajar, tujuan pendidikan dan subjek pendidikan.
Proses pendidikan dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari peran pendidik dan peserta didik itu sendiri. Berhasil atau gagalnya pendidikan diantaranya ditentukan oleh kedua komponen tersebut. Mulai dari kemapanan ilmu pengetahuan pendidik, sampai kemampuan pendidik dalam menguasai objek pendidikan, berbagai syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik, motivasi belajar peserta didik, kepribadian anak didik dan tentu saja pengetahuan awal yang dikuasai oleh peserta didik. Agar hasil yang direncanakan tercapai semaksimal mungkin. Disinilah pentingnya pengetahuan tentang subjek pendidikan. Kehidupan kita tidak terlepas dari pendidikan. Pendidikan sangat penting bagi kita umat Islam. Sebagai seorang calon pendidik, tentunya kita diharapkan menjadi seorang pendidik yang profesional. Dalam Al –Qur’an telah dijelaskan bagaimana menjadi guru yang baik dan profeional. Dengan demikian kita akan dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran islam. Selain kita mendapatkan rizqi kita juga akan mendapatkan berkah dan ridhonya dari Allah SWT. Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih detail tentang subjek pendidikan menurut Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Malaikat
Malaikat adalah makhluk halus yang besifat cahaya, yang dapat menampakkan diri dengan berbagai bentuk yang berbeda-beda, tetapi tidak diberi sifat laki-laki atau perempuan. Tidak ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allah SWT. tidak ada satu tempat pun dilangit dan dibumi ini yang tidak terisi oleh malaikat.[1]
Malaikat bukanlah jasad yang dapat kita lihat. Karena itu, segala sesuatu yang berlaku pada jasad fisik seperti lahir, hidup, dan mati tdak berlaku bagi malaikat. Mereka adalah makhluk khas ciptaan Allah dan mempunyai berbagai sifat yang berbeda dari segenap makhluk lainnya.[[2]2]
2.     Tugas malaikat
Malaikat mempunyai bermacam-macam tugas, mereka tidak memiliki syahwat yang dapat memperdayakan dirinya untuk tidak mengingat Allah SWT:
يُسَبِّحُونَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ
Mereka (malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan siang. (Al 'Anbiya'[21]:20)
Diantara tugas para malaikat adalah mengatur segala urusan, menyampaikan wahyu kepada para nabi dan hamba Allah yang dikehendaki-Nya, mendoakan kaum mukmin dan memohonkan ampun,membaca shalawat bagi Nabi Muhammmad S.A.W., mencatan amal pebuatan manusia, mencabut nyawa manusia,meniup sengkakala, menjaga neraka dan menyiksa penghuninya, menjaga surga dan memberi salam penghuninya, dan lain-lain.
Malaikat memiliki bentuk tersendiri dialam gaib yang mampu berubah jika mereka turun kebumi untuk menjalankan suatu tugas. Jadi, tidak ada seorang pun mengetahui bentuk asli malaikat yang diciptakan oleh Allah, kecuali jika ia adalah pemimpin para Nabi dan penutup para Rasul-Nya,serta menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Rasulullah SAW pernah dua kali melihat bentuk asli malaikat jibril: ketika beliau pertama kali menerima risalah islam dan ketika berada di Sidrah al- Muntaha dalam peristiwa Isra’-Mi’raj.
Adapun malaikat sebagai pendidik adalah malaikat Jibril, malaikat jibril adalah Ruh al- Amin, utusan Allah kepada rasul-rasul-Nya dan pemuka para malaikat. Jibril juga termasuk tentara Allah dan hamba-Nya, yang hanya bertindak serta turun kebumi atas perintah-Nya.
Subjek pendidikan sangat berpengaruh pada keberhasilan atau gagalnya suatu  pendidikan. Subjek pendidikan atau seorang pendidik adalah orang yang bertanggung jawab memberikan suatu pengejaran atau pendidikan sehingga materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta didik atau objek pendidikan. Subjek pendidikan yang dipahami oleh kebanyakan para ahli yaitu orang tua, guru-guru di sekolah (dalam lingkup Formal) maupun dalam lingkaran informal atau masyarakat. Pendidikan pertama yang kita ketahui selama ini adalah lingkungan keluarga (orang tua), yang biasanya dipelajari dalam psikologi pendidikan.  Namun harus kita ketahui sebagai umat Islam subjek pendidikan yang sebenarnya adalah Allah SWT dan yang kedua adalah Nabi Muhammad SAW.
Pada surat An-Najm ini ditegaskan klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang berkompeten menjadi subjek pendidikan yakni seperti yang tersurah dalam ayat ini  adalah seperti halnya malaikat Jibril yang mana beliau gambarkan sebagai berikut:
a.       Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan masalah.
b.      Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah mempunyai akal yang mumpuni dalam bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai seorang subjek pendidikan.
c.       Menampakkan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subjek pendidikan hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam bidangnya.[3]
 
B.     Dalil Malaikat Sebagai Pendidik
QS. An-Najm Ayat 5-6
عَلَّمَهُ شَدِ يْدُ الْقُوَى (5) ذُو مِرَّةٍ فَا سْتَوَى (6)
Artinya:
“Ia diajarkan kepadanya oleh yang sangat kuat, pemilik potensi yang sangat hebat; lalu dia tampil sempurna.”
 
C.     Tafsir Surat An-Najm Ayat 5-6
1.      Tafsir Al-Mishbah
Kata (علمه) bukan berarti bahwa wahyu tersebut bersumber dari malaikat Jibril. Seorang yang mengajar tidak mutlak mengajarkan sesuatu yang bersumber dari sang pengajar. Bukankah kita mengajar anak kita membaca, padahal sering kali bacaan yang diajarkan itu bukan karya kita. Menyampaikan atau menjelaskan sesuatu secara baik dan benar adalah salah satu bentuk pengajaran. Malaikat menerima wahyu dari Allah dengan tugas menyampaikan secara baik dan benar kepada Nabi saw., dan itulah yang dimaksud dengan pengajaran disini.
            Kata ( ةمرّ) terambil dari kalimat (اَ مْرَرْ تُ الْحَبْلَ) yang berarti melilitkan tali guna menguatkan sesuatu. Kata (ذو مرة) digunakan untuk menggambarkan kekuatan nalar dan tingginya kemampuan seseorang. Al-Biqa’i memahaminya dalam arti ketegasan dan kekuatan yang luar biasa untuk melaksanakan tugas ynag dibebankan kepadanya tanpa sedikitpun mengarah kepada tugas selainnya disertai dengan keikhlasan penuh. Ada juga ynag memahminya dalam arti kekuatan fisik, akal, dan nalar.
            Ada lagi ulama yang memahami ayat ini sebagai berbicara tentang Nabi Muhammad saw., yakni Nabi agung itu adalah seorang tokoh yang kuat kepribadiannya serta matang pikiran dan akalnya lagi sangat tegas dalam membela agama Allah.[4]
2.      Tafsir Al-Azhar
“Yang memberinya ajaran ialah yang sangat kuat.” (ayat 5)
Inilah jaminan selanjutnya tentang wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad saw., itu. Bahwasannya yang mengajarkan wahyu itu kepada beliau ialah makhluk yang sangat kuat. Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan yang sangat kuat ialah Malaikat Jibril.
“Yang mempunyai keteguhan.” (pangkal ayat 6). Mujahid, al-Hasan dan Ibnu Zaid member arti: “Yang mempunyai keteguhan.” Ibnu Abbas member arti: “Yang mempunyai rupa yang elok.”  Qatadah member arti: “Ynag mempunyai bentuk badan yang tinggi bagus.” Ibnu Katsir ketika member arti berkata: “Tidak ada perbedaan dalam memberi arti yang dikemukakan itu.” Karena Malaikat Jibril itu memang bagus dipandang mata dan mempunyai kekuatan luar biasa. Lanjutan ayat ialah (فا ستو ى) artinya: “yang menampakkan diri yang asli.”
Menurut riwayat dari Ibnu Abi Haitam yang diterimanya dari Abdullah bin Mas’ud, bahwasannya Rosululloh saw. melihat rupanya yang asli itu dua kali. Kali yang pertama ialah ketika Rosul saw. meminta kepada Jibril supaya sudi memperlihatkan diri menurut rupanya yang asli. Permintaan itu dia kabulkan, lalu kelihatanlah dia dalam keasliannya itu memenuhi ufuk. Kali yang kedua ialah ketika ia memperlihatkan dalam keadaannya yang asli itu, ketika Jibril akan menemani beliau pergi Isra’ Mi’raj. Dalam pernyataan diri dari keasliannya itu, Nabi melihatnya dengan sayap yang sangat banyak, 600 (enam ratus) sayap.[5]
3.      Tafsir Al-Maragi
Nabi saw., tak pernah diajari oleh seorang manusia pun. Akan tetapi ia diajari oleh Jibril yang berkekuatan hebat. Sedang manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang daif. Ia tidak mendapatkan ilmu kecuali sedikit saja. Di samping itu, Jibril adalah terpercaya perkataannya. Sebab, kecerdasan yang kuat merupakan syarat kepercayaan orang terhadap perkataan orang lain. Begitu pula ia terpercaya hafalan maupun amanatnya. Artinya dia tidak lupa dan tak mungkin merubah.
Jibril memiliki kekuatan-kekuatan pikiran dan kekuatan-kekuatan tubuh. Sebagaimana diriwayatkan bahwa ia pernah mencukil negeri kaum Lut dari laut Hitam yang waktu itu berada dibawah tanah. Lalu memanggulnya pada kedua sayapnya dan diangkatnya negeri itu ke langit, kemudian dibalikkan. Pernah pula ia berteriak terhadap Kaum Samud, sehingga mereka mati semua.
Jibril pernah menampakkan diri dalam rupa yang asli, sebagaimana Allah menciptakan dia dalam rupa tersebut, yaitu ketika Rosululloh saw. ingin melihatnya sedemikian rupa. Yakni bahwa Jibril itu menampakkan diri kepada Rosulullah saw. pada ufuk yang tertinggi, yaitu ufuk matahari.[6]
D.    Aspek Tarbawi
1.     Seorang pendidik harus cerdas dalam mengajar, kuat menghadapi anak didiknya, serta harus konsisten antara ucapan dan perbuatannya.
2.     Seorang pendidik dapat menjadi model dan teladan bagi murid-muridnya.
3.     Seorang guru bersikap sewajarnya tanpa ada sesuatu yang menyimpang.[7]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada surat An-Najm ini ditegaskan klasifikasi seorang pendidik atau siapa saja yang berkompeten menjadi subjek pendidikan yakni seperti yang tersurah dalam ayat ini  adalah seperti halnya malaikat Jibril yang mana beliau gambarkan sebagai berikut:
a.      Sangat kuat, maksudnya memiliki fisik dan psikis yang matang dan mampu memecahkan masalah.
b.     Mempunyai akal yang cerdas, yakni seorang pendidik haruslah mempunyai akal yang mumpuni dalam bidangnya yakni berkompeten dalam mengajarkan apa yang diajarkannya sebagai seorang subjek pendidikan.
c.      Menampakkan dengan rupanya yang asli, yakni seorang subjek pendidikan hendaklah bersikap wajar yang tidak melebih-lebihkan segala sesuatu baik dari dirinya maupun apa yang dilakoninya dalam bidangnya.
B.    Saran
               Demikian makalah ini kami buat. Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin             
DAFTAR PUSTAKA
Habub Zain bin Ibrahim bin Sumaith. 1998.  Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ikhsan Secara Terpadu. Bandung : Al-bayan
Bahjat Ahmad.  1998. Mengenal Allah. Bandung : Pustaka Hidayah
Hamka. Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXVII. Jakarta: PT. Kipas Putih Aksara.
Izzan, Ahmad.  2012.  Tafsir Pendidikan Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan.  Banten: PAM Press.
Shihab, M. Quraish. 2003. Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, Muhammad Quraish. Lentera Al-Qur’an: Kisah dan hikmah kehidupan. Bandung: Mizan Media Utama.

[1] Habub Zain bin Ibrahim bin Sumaith,  Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ikhsan Secara Terpadu (Bandung: Al-bayan, 1998) hlm. 115
[2] Ahmad Bahjat, Mengenal Allah (Bandung: Pustaka Hidayah, 1998) hlm. 71
[3] Ahmad Izzan, Tafsir Pendidikan Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan, (Banten: PAM Press, 2012), hlm. 203
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), hlm. 410-411
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXVII, (Jakarta: PT. Kipas Putih Aksara), hlm. 93
[6] Bahrun Abubakar, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1989), hlm 79-81
[7] Muhammad Quraish Shihab, Lentera Al-Qur’an: Kisah dan hikmah kehidupan (Bandung: Mizan Media Utama,2013),hlm 87
 

SUBJEK PENDIDIKAN HAKIKI (Q.S AL-BAQARAH : 31) "ALLAH MENGAJAR NABI ADAM"


ALLAH MENGAJAR NABI ADAM
(Q.S AL-BAQARAH : 31)
 
BAB 1
PENDAHULUN
A.    Latar Belakang Masalah
Allah swt. telah mengajarkan kepada manusia dengan beragam karakter yang unik disitulah titik tanda awal pendidikan. Dalam sejarah, pendidikan telah di lakukan oleh manusia pertama di muka bumi, yaitu sejak Nabi Adam as. Bahkan didalam Al-qur’an dinyatakan bahwa proses pendidikan ini muncul karena adanya motivasi pada diri Adam serta kehendak Allah swt. Sebagai pendidik langsung Adam dengan mengajarkan beberapa nama. Pada kesempatan ini pemakalah berusaha mengungkapkan bahwa manusia didunia ini memang benar membutuhkan pendidikan. Karena tanpa pendidikan hidup manusia akan tidak teratur bahkan bisa merusak sistem kehidupan didunia. Hal ini terbukti dengan pendidikan Nabi Adam as. Yang diterima langsung dari Allah swt.
B.    Rumusan Masalah
1.    jelaskan terbentuknya nabi adam?
2.  Tuliskan Q.S Al-Baqarah : 31 beserta artinya?
3.    Jelaskan Q.S Al-Baqarah : 31 yang terdapat di berbagai Tafsir?
4.  Sebutkan Aplikasi dalam Kehidupan dan Aspek Tarbawinya?
C.    Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahui terbentuknya nabi adam a.s
2. untuk mengetahui Q.S Al-Baqarah ayat 31 dan artinya.
3. untuk mengetahi tafsir dalam Al-Qur’an surat Al- baqarah ayat 31.
4.untuk mengetahui aplikasi dalam kehidupan aspek tarbawi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Terciptanya Nabi Adam A.S.
Sesudah langit dan bumi, malaikat dan jin atau iblis diciptakan. Maka Allah hendak menciptakan makhluk yang akan diperintah untuk mengelola bumi. Hal itu diutarakan kepada para malaikat. “Aku akan menciptakan manusia untuk menjadi pengaturdibumi.”
             Para malaikat mengira lalai dalam menjalankan tugasnya maka mereka berkata, “Mengapa Tuhan menciptakan manusia ? Bukankah mereka hanya akan berbuat kerusakan di atas bumi. Mereka akan saling bermusuhan dan berbunuhan. Sedangkan kami para malaikat senantiasa patuh dan mengagungkan nama-Mu ?”
Untuk melenyapkan kekhawatiran para malaikat itu, Allah kemudian berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
           Para malaikat bungkam mendengar penegasan Allah itu. Bukankah Allah maha mengetahui segala sesuatu? Demikianlah Allah kemudian menciptakan Adam dari tanah liat dan lumpur hitam. Setelah terbentuk kemudian dimasukkan roh ke dalamnya. Adam pun kemudian hidup. Bisa berdiri tegak.
Allah kemudian memerintahkan para malaikat untuk bersujud atau menghormat kepada Adam. Para Malaikat pun bersujud sebagai pernyataan hormat dan ucapan selamat atas terciptanya Adam. Hanya Iblis yang tidak mau bersujud. Ia membangkang perintah Allah.
           “Apakah yang membuat engkau tidak mau bersujud kepada Adam?”
“Saya lebih baik dari Adam. Engkau ciptakan saya dari api sedang Adam hanya dari segumpal tanah.” kata Iblis menyombongkan diri. Yang berpendapat api lebih baik daripada tanah adalah Iblis sendiri. Padahal hanya Tuhanlah yang Maha Tahu siapa yang lebihmulia.
           Allah murka mendengar jawaban Iblis, “Hai Iblis keluarlah engkau dari sorga. Sungguh tidak patut kau tinggal di sini lagi dan terkutuklah engkau selama-lamanya!”
Iblis berkata, “Wahai Tuhan! Engkau kutuk dan Engkau usir aku dari sorga karena Adam. Saya rela. Tapi kabulkanlah permohonan saya untuk hidup lama hingga hari kiamatnanti.”
           Permohonan Iblis dikabulkan. Ia akan dibiarkan hidup sampai hari kiamat tiba. Iblis kemudian bersumpah, “Ya, Tuhan karena Engkau telah menghukum saya sebagai yang tersesat, maka saya akan menghalang-halangi Adam dan keturunannya dari jalan-Mu yang lurus. Saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang dari kiri dan dari kanan!”
            Itulah sumpah Iblis. Ia bertekad akan menyesatkan Adam dan keturunannya agar mereka menjauhi perintah Tuhan berbuat kekacauan di muka bumi, sating bermusuhan dan berbunuhan satu sama lain.
  1. TEORI Q.S AL-BAQARAH,2: 31
         Salah satu yang membedakan manusia dari hewan adalah kepandaiannya dalam berbicara karena Allah swt. Yang telah menganugerahi kepandaian tersebut sehingga manusia mampu mengenal, mengingat, dan mengucapkannya. Manusia juga menciptakan kata-kata yang memiliki makna, tidak seperti makhluk lain. Hal ini di jelaskan dalam firmanNya : “Yang Maha Pemurah yang telah mengajarkan Al-qur’an, Dia menciptakan manusia dan mengajarkannya pandai bicara” (QS. Ar Rahman : 1-4).[1][1]
            Dalil allah mengajar nabi adam:                                                                                             
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
             Artinya:
             Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian    mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!" (Qs,AL-Baqarah,2:31)
  1.   Kandungan Q.S AL-BAQARAH,2:31
ayat ini Allah swt. Menunjukkan suatu keistimewaan yang telah di karuniakan-Nya kepada Adam as. Yang tidak pernah dikaruniakan kepada makhluk lain, yaitu ilmu dan pengetahuan dan kekuatan akal atau daya pikir yang memungkinkannya untuk mempelajari sesuatu dengan sedalam-dalamnya, sehingga Adam as. Beserta keturunannya lebih patut untuk dijadikan “Khalifah” dibanding makhluk lainnya. Allah swt. Mengajarkan pada Nabi Adam as. Berupa nama-nama dan sifat-sifat dari semua benda yang Malaikat pun tidak bisa menjawab pertanyaan yang Allah swt. Berikan, hal ini untuk memperlihatkan keterbatasan ilmu pengetahuan para malaikat itu dan agar mereka mengetahui bahwa Allah swt. Maha mengetahui dari apa yang mereka (malaikat) tidak tahu.[2][2]
D .    TAFSIR AYAT BERDASARKAN KITAB TAFSIR
1.     Tafsir Al-Misbah
Dia yakni Allah swt. Mengajar Adam nama-nama benda seluruhnya, yakni memberinya potensi pengetahuan tentang nama-nama atau kata-kata yang digunakan menunjuk benda-benda, atau mengajarkannya mengenal fungsi benda-benda. Ayat ini menginformasikan bahwa manusia di anugrahi oleh Allah potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, fungsi angin, dsb. Dia juga di anugrahi potensi untuk berbahasa. Sistem pengajaran bahasa kepada manusia (anak kecil) bukandimulai dengan kata kerja, tetapi mengajarnya terlebih dahulu nama-nama. Ini Papa ini Mama, itu pena itu buku, dsb. Itulah makna yang dipahami oleh para ulama dari firmanNya : “Dia mengajar Adam nama-nama (benda) seluruhnya”.
 Setelah pengajaran Allah dicerna oleh Adam as, sebagaimana dipahami dari kata kemudian, Allah mengemukakannya benda-benda itu kepada para Malaikat lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu, jika kamu benar , dalam dugaan kamu bahwa kalian lebih wajar menjadi khalifah. Sebenarnya perintah ini bukan bertujuan penugasan menjawab, tetapi bertujuan membuktikan kekeliruan mereka. Para Malaikat pun menjawab sambil menyebut menyucikan Allah swt. “Maha suci Engkau, Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Maksud mereka (Malaikat) apa yang Engkau tanyakan itu tidak pernah diajarkan kepada kami. Engkau tidak ajarkan kepada kami itu bukan karena Engkau tidak tahu, tetapi karena ada hikmah dibalik itu. Itulah yang menjadikan manusia istimewa karena kemampuannya yang diberi Allah kepadanya berupa kemampuan mengekspresikan apa yang terlintas dibenaknya, serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga ini mengantarnya kepada “Pengetahuan”. Di sisi lain, kemampuan manusia merumuskan ide dan memberi nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.[3][3]
2.     Tafsir Al-azhar
Sebelum kita bahas mengenai makna pada ayat 31 ini sebelumnya telah turun ayat berturut-turut yaitu 28 dan 29 yang Allah terangkan pada Firman-Nya adalah yang makna intinya sebagai berikut : “Bagaimana kamu kufur terhadap nikmat Allah”?, padahal seluruh isi bumi telah disediakan untukmu, lalu turunlah ayat khalifah : “Dan (ingatlah) tatkala Tuhan yang engkau berkata kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan dibumu seorang khalifah” (pangkal ayat 30). Lalu “Mereka berkata : Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau? Dia Berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui !” (ujung ayat 30). Disitu para malaikat meminta penjelasan dan Allah menyatakan maksud-Nya bahwa Allah swt. Tidak membantah pendapat dari Malaikat-Nya, namun Allah menjelaskan bahwasannya pendapat dan ilmu mereka tidaklah seluas dan sejauh pengetahuan Allah.
Bukanlah Tuhan memungkiri bahwa kerusakanpun akan timbul dan darahpun akan tertumpah tetapi ada maksud lain yang lebih jauh dari itu, sehingga kerusakan hanyalah sebagai pelengkap saja dan pembangunan dan pertumpahan darah hanyalah satu tingkat perjalanan hidup saja di dalam menuju kesempurnaan. Demikian sedikit penjelasan mengenai pertanyaan Malaikat. Kemudian di turunkan lanjutan ayat yaitu Allah menciptakan khalifah dan khalifah itu ialah Adam. “Dan telah diajarkanNya kepada Adam nama-namanya semuanya” (pangkal ayat 31). Artinya diberilah oleh Allah kepada Adam itu semua ilmu. “kemudian Dia kemukakan semuanya kepada Malaikat. Lalu Dia berfirman : Beritakanlah kepadaKu nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk-makhluk yang benar.” (ujung ayat 31). Sesudah Adam dijadikan, kepadanya telah diajarkan oleh Tuhan nama-nama yang dapat dicapai oleh kekuatan manusia, baik dengan pancraindra maupun dengan akal semata-mata, semuanya diajarkan kepadanya. Kemudian Tuhan panggillah Malaikat-malaikat itu dan  Tuhan tanyakan adakah mereka tahu nama-nama itu ? Jika benar pendapat mereka selama ini bahwa jika khalifah itu penyebab terjadinya kerusakan dan pertumpahan darah, sekarang cobalah jawab pertanyaan Tuhan : Dapatkah mereka menunjukan nama-nama itu ? maka turunlah ayat 32 “Mereka menjawab : Maha Suci Engkau! Tidak ada pengetahuan bagi kami, kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Karena sesungguhnya Engkaulah yang Maha Tahu, lagi Maha Bijaksana.” (ayat 32).[4][4]
3 . Tafsir Al-Maraghi
Yang dimaksud dengan al-asma’ adalah nama-nama allah, yakni nama-nama yang telah kita ketahui dan kita Imani wujud-wujudnya.pengertian ini di dasarkan pada pengertian ayat-ayat.AL-Asma di sini berarti nama-nama benda.senagaja digunakan istilah al-asma karena hubungannya sangat kuat.antara yang menanamkan dan yang damai,di samping cepat dipaham.sebab bagaimanapun ilmu yang hakiki itu ialah pemahaman terhadap pengetahuan.kemudian mengenai Bahasa yang digunakan,tentunya berbeda-beda menurut peradaban Bahasa yang tunduk terhadap peraturan itu sendiri.allah swt.telah mengajari nadi adam berbagai nama makhluk yang telah diciptakan-Nya.kemudian allah memberinya ilham untuk-untuk mengetahui eksitensi nama-nama tersebut. Juga keistimewaan-keistimewaan,ciri-ciri khas dan istilah-istilah yang dipakai. Di dalam memberikan ilmu ini,tidak ada bedanya antara diberika ilmu ini, tidak ada bedanya antara diberikan sekaligus dengan diberikannya secara bertahap. Hal ini karena allah maha kuasa untuk berbuat segalanya. Sekalipun istilah yang digunakan dalam Al-Qur’an adalah ‘’ALLma (pengertiannya adalah memberikan ilmu secara bertahab), seperti firman allah yang artinya: dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui ( An-Nisa :4113)
 
Pelajaran yang dapat dipetik dari surat al-baqarah ayat  31 :
1.   Allah swt. Adalah Pencipta manusia yang ditugasi-Nya menjadi khalifah, yakni mengelola bumi sesuai dengan tuntunan-Nya. Pengelolaan dimaksud, antara lain adalah memelihara dan mengembangkannya sesuai dengan penciptaan masing-masing.
2. Manusia adalah makhluk yang mempunyai kelebihan karena ilmu yang dianugerahkan Allah swt. Kepadanya tanpa mengembangkan potensi pengetahuan, maka seseorang tidak wajar memperoleh kedudukan terhormat sebagai manusia.
3.  Yang bertugas memiliki tanggung jawab harus memahami tugas yang diembannya serta mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan tugas itu. Allah swt. Menyampaikan rencana-Nya kepada malaikat agar malaikat yang bertugas menangani manusia dan penciptaan alam mengetahui tentang objek tugasnya, baik dalam hal pemeliharaan, pencatatan amal, kematian, dll. Demikian juga halnya dengan manusia yang diberikan potensi ilmu menyangkut segala sesuatu serta pengalaman manis berada di syurga dan pahit di gelincirkan setan agar menjadi bekal dalam melaksanakan tugas kekhalifahan dan mengelola bumi guna menciptakan bayang-bayangsyurga di pentas bumi serta menyadari dampak buruk mengikuti setan.
4.   Allah swt. Senang dan menghendaki agar hamba-hambaNya yang berdosa segera bertaubat.
5.  Manusia sangat memerlukan petunjuk Ilahi guna menghilangkan keresahan dan meraih kebahagiaan, sebagaimana dipahami dari penyesalan Nabi Adam as. Dan kegelisahannya yang tersingkap dengan adanya bantuan Ilahi.
6.  Islam tidak mengenal dosa waris, bukan saja karena Allah swt. Telah mengampuni Nabi Adam as. Atas kesalahannya, tetapi karena juga seseorang tidak boleh/dapat menanggung dosa yang dilakukan orang lain. Mengukuhkan dosa kepada orang lain adalah penganiayaan bagi yang tidak berdosa.[5]
B.    APLIKASI DALAM KEHIDUPAN
Pertama, membuat manusia sadar bahwa betapa tidak berarti dirinya dihadapan Allah swt. Sebab seluruh ilmu yang dimiliki manusia ibarat setitik air laut secara keseluruhan. Oleh karena itu manusia tidak ada alasan untuk sombong dan menjadikan ilmu menjadi penyebab kekufuran kedurhakaan kepada yang Maha Mengetahui segalanya. Seharusnya manusi menjadikan ilmu untuk alat ber-taqarub kepadaNya sebagaimana perilaku para ulil albab.
Kedua, dengan menyadari bahwa ilmu Allah swt. Sangat luas, tidak ada satupun - betapa pun kecil dan halusnya – yang luput dari ilmuNya maka manusia akan dapat mengontrol tingkah laku, ucapan amalan bathinnya sehingga selalu sesuai dengan yang diridlai Allah swt.
Ketiga, keyakinan terhadap ilmu Allah swt. Akan menjadi terapi yang ampuh untuk segala penyelewengan, penipuan dan kemaksiatan lainnya. Maka dalam pemahamannya adalah dengan mengaplikasikan sifat Allah swt. Tersebut dalam kehidupan nyata sehari-hari, berusaha melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya karena Allah Maha Melihat, Mendengar, memperhatikan segala apa yang kita lakukan dimana saja.
  1. ASPEK TARBAWI
1. Allah SWT mengajari kita kekuatan, dengan cara memberi kita kesulitan-kesulitan untuk membuat kita tegar.
2. Allah SWT mengajari kita kebijakan, dengan cara memberi kita berbagai persoalan hidup untuk diselesaikan agar kita bertambah bijaksana.
3. Allah SWT memberi kita kemakmuran, dengan cara memberi kita otak dan tenaga untuk dipergunakan sepenuhnya dalam mencapai kemakmuran.
4. Allah SWT mengajari kita keteguhan hati, dengan cara memberi bencana dan bahaya untuk diatasi.
5. Allah SWT mengajarkan kita cinta, dengan cara memberi kita orang-orang bermasalah untuk diselamatkan dan dicintai.
6. Allah SWT mengajari kita kemurahan dan kebaikan hati, dengan cara memberi kita kesempatan-kesempatan yang silih berganti.
7. Dan Allah SWT mengajari kita terhadap apa yang tidak kita ketahui. Akhirnya kita tahu, ternyata Allah menyelipkan ilmu dalam setiap benda ciptaan-Nya. Dan kita sebagai manusia sekaligus sebagai “peserta didik”-Nya diwajibkan untuk mengikuti kurikulum rancangan-Nya. Karna alam ini adalah universitas tanpa batas, universitas tanpa pagar sebagai grand-design yang amat sempurna.
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Demikianlah Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna, seimbang, beraturan, sistemik. Maka Allah lah yang paling tahu hakikat dan tujuan penciptaan-Nya, dan telah dikabarkan-Nya ciptaan Allah SWT. Itu kepada manusia. Manusia telah diperintahkan untuk bertafakur atas ciptaan-Nya, sehingga mampu memanfaatkannya. Dan agar manusia mampu mengenal pencipta-Nya, serta mengagungkan-Nya. Dengan ilmu-Nya Allah mengajarkan kepada hamba-Nya apa-apa yang telah diciptakan dengan proses terjadinya, sehingga manusia akan menjadi tahu dan berilmu. Setelah itu akan lahir cabang-cabang ilmu pengetahuan yang menyebar ke setiap penjuru dunia. Dengan ilmunya manusia diharapkan menemukan kebenaran dan menjadikannya sebagai landasan kehidupan.
B.    SARAN
Apa yang ada dalam makalah ini bukan semata pemikiran penulis, akan tetapi diambil dari berbagai referensi yang berkaitan dengan judul yang ditugaskan kepada kami, untuk itu marilah kita ambil hikmah dan manfaatnya.          
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Qayim Al-Jauzi, 2001 Tafsir Ayat Al-qur”an  Tafsir Tarbawi JakartaPT.RajaGrafindo Persada
M. Quraish  Shihab, 2000 Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-qur’an Ciputat Tangerang: Penerbit Lentera hati
Dr. Hamka, 1982 Tafsir Al-Azhar  Juz Jakarta: Pustaka Panjimas
M. Quraish  Shihab, Al-Lubab 2012 Makna,Tujuan, dan Pelajaran dari Surat-surat
Al-qur’an Ciputat Tangerang: Lentera Hati
Al-maraghi,A.M, 1985 tafsir al-maraghi jilid 1,semarang:toha putra


[1] [1] . Ibnu Qayim Al-Jauzi,  Tafsir Ayat Al-qur”an  (Tafsir Tarbawi), (jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2001) hlm.76
[2] [2]. Ibid hlm 78
[3] [3]  M. Quraish  Shihab, Tafsir Al-Misbah  (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-qur’an) , (Ciputat Tangerang: Penerbit Lentera hati, 2000) hlm. 145-147
[4][4] [4]  Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar  (Juz !), (jakarta: Pustaka Panjimas, 1982) hlm. 198-204

SUBJEK PENDIDIKAN HAKIKI Q.S. AL-FATIKHAH:1-4 “KARAKTER ALLAH SWT SEBAGAI PENDIDIK”


KARAKTER ALLAH SWT SEBAGAI PENDIDIK
( Q.S. AL-FATIKHAH :1-4 )
 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat beperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normative. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masa depan yang memberiakn jaminan bagi perwujudan hak-hak asasi manusia untuk mengembangkan suatu potensi dan prestasi secara optimal guna kesejahteraan hidup dimasa depan.
Guru adalah salahsatu unsure manusia dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda mengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran kedalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia yang susila yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri.
Akan tetapi pada era moden ini muncul sikap-sikap guru yang memulai melenceng. Beberapa pendidik kurang mengetahui akan tugas dan kewajiban mereka sehingga sangat berpengaruh besar dalam perkembangan kualitas anak didik mereka. Meskipun begitu tidak sedikit pula pendidik yang mengutamakan kualitas anak didiknya. Seperti halnya yang dijelaskan dalam al-Qur’an mengenai tafsir pendidik.
B.                      Rumusan Masalah
1.                       Bagaimana karakter pendidik?
2.                       Apa dalil yang mendasari karakterAllah sebagai pendidik
3.                       Apa saja Al asma’ Al khusna dalam karakter Allah sebagai pendidik
C.                      Tujuan Penulisan
1.                       Untuk mengetahui karakter pendidik
2.                       Untuk mengetahu dalil yang mendasari karakter Allah sebagai pendidik
3.                       Untuk mengetahu Al asma’ Al khusna dalam karakter Allah sebagai pendidik
.                                                                             BAB II
PEMBAHASAN
A.  Karakter Allah sebagai pendidik
Kita sebagai pendidik harus mengetahui bagaimana cara menjadi pendidik yang baik, mendidik yaitu orang yang memengaruhi orang yang dididiknya dan memikirkan keadaanya. Sedangkan pendidikan yang dilakukan oleh Allah terhadap manusia ada dua macam yaitu pendidikan, pembinaan atau pemeliharaan terhadap kejadian fisiknya yang terlihat pada perkembangan jasad atau fisiknya sehingga mencapai kedewasaan. Serta pendidikan terhadap perkembangan potensi kejiwaan dan akal pikirannya, pendidik keagamaan dan akhlaknya yang terjadi dengan diberikannya potensi-potensi tersebut kepada manusia, sehingga dengan itu manusia mencapai kesempurnaan akalnya dan bersih jiwanya. 
Kata Rabb yang  mendahului kata alam tersebut, yang berarti mendidik, membina, mengarahkan dan mengembangkan yang mengharuskan adanya unsure kehidupan seperti makan dan minum serta bekembang biak. Allah mengatur perilaku orang-orang yang berakal dengan cara memberiakn perintah, larangan dan balasan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Malik Al-Naas yang mengatur dan merajai manusia.
Dapat disimpulkan bahwa setiap pujian yang baik hanya milik Allah, karena Dialah sumber segala yang ada. Dialah yang menggerakkan seluruh alam dan mendidiknya mulai dari awal hingga akhir dan memberikannya  nilai-nilai kebaikan dan kemaslahatan. Dengan demikian puji itu hanya kepada pencipta, dan syukur kepada yang memiliki keutamaan. [1]
B.  Dalil Allah Sebagai Pendidik
Dijelaskan dalam Qur’an surat Al-Fatikhah ayat 1-4
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
1.      Dengan menyebut nama Allah yang maha Pengasih lagi maha Penyayang
2.      Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam
3.      Yang maha Pemurah lagi maha Penyayang
4.      Yang mempunyai hari pembalasan
Perlu diketahui al-fatihah adalah pembukaan. Surat inipun dinamai “fatihahul kitab”, yang berarti pembukaan kitab, karena kitab al-Qur’an dimulai atau dibuka dengan surat ini. Dia yang mulai ditulis didalam mushaf, dan dia yang mulia ketika dibaca ketika tilawat al-Qur’an meskipun bukan dia surat yang mula-r diturunkant kepada Nabi Muhammad saw, nama surat al-fatihah ini memang telah mashur sejak permulaan nubuwwat.
Adapun tempat diturunkan, pendapat yang lebih kuat ialah yang menyatakan bahwa surat ini diturunkan di Makkah. Al-Wahidi menulis didalam kitabnya asbabun nuzul dan ats-tsa’labi didalam tafsirnya riwayat dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata bahwa kitab ini diturunkan dimekkah, dari dalam suatu perbendaharaan dibawah ‘Arsy. Menurut suatu riwayat lagi, dari Abi Syaibah didalam “Al-Mushanaf” dan abu na’im dan Al-Baihaqi didalam “Dalailun Nubuwwah” dan Ats sta’labi dan al-wahidi dari hadits Amer bin Syurahubail bahwa setelah Rasulullah mengeluhkan pengalaman nya didalam gua itu setelah menerima  wahyu pertama, kepada khadijah lalu beliau dibawa oleh Khadijah kepada waraqah. Maka beliau ceritakan kepadanya bahwa apabila ia telah memencil seorang diri didengarnya suara dari belakangnya: “ya Muhammad! Mendengar suara itu akupun lari. Maka berkatalah waraqah,:”jangan engkau berbuat begitu, tetapi jika engkau dengar suara itu, tetap tenanglah engkau, sehingga dapat engkau dengar apa lanjutan perkataan nya itu”. Selanjutnya Rasulullah saw berkata: “maka datang lagi dia dan terdengar lagi suara itu”: “ya Muhammad! Katakanlah, bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahi rabbil ‘alamin, hingga sampai kepada waladhaalinn”, demikian hadist itu.
Didalam surat ke3 (Ali Imron) ayat 7 ada disebut ummul kitab, ibu dari kitab,. Menurut Imam Bukhari didalam permulaan tafsirnya  yang dinamai ummul kitab itu ialah Al- Fatihah, sebab dia yang mula ditulis dalam sekalian mushaf dan dia yang mulai dibaca didalam sembahyang. Cuma Ibnu Sirin yang kurang sesuai dengan pernamaan demikian, dia lebih sesuai jika dinamai “fatihatul kitab” saja. Sebab didalam kitab ke13 (Ar-Ra’du) ayat 39 terang dikatakan bahwa ummul kitab yang sebenarnya ada disisi Allah.
Surat yang sedemikian ringkas ini telah merangkum berbagai pelajaran yang terangkum secara terpadu didalam surat-surat yang lain didalam Al-Qur’an. Surat ini mengandung intisari ketiga macam tauhid. Didalam penggalan Rabbil’alamiin terkandung makna tauhid Rububiyyah. Tauhid rububiyyah merupakan mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatannya seperti mencipta, memberi rezeki dan lain sebagainya. Dimulainya surat al-Fatikhah dengan lafadz bismillahirrahmanirrahim dimaksudkan untuk memberi petunjuk kepada hamba-hambanya agar memulai suatu pekerjaan dengan lafadz tersebut. Nama Allah nama khusus bagi bagi zat yang wajib dipuja dan tidak dapat diberikan sama sekali nama tersebut kepada selain Dia. Ini menjelaskan bahwa hanya Allah lah yang layak untuk mendapat pujian dan pujian kita kepada Allah bentuk rasa syukur kita tehadap-Nya.[2]
a). Tafsir Ibnu Katsier
Bismillah denga nama Allah. Susunan kalimat yang sedemikian ini dalam bahasa arab berarti susunan kata-kata yang mendahuluinya yaitu: aku memulai perbuatan ini dengan nama Allah, untuk mendapat berkat dan pertolongan rahmat Allah sehingga dapat selesai dengan sempurna dan baik, juga untuk menyadari kembali sebagai makhluk Allah, bahwa segala-segalanya tergantung pada rahmat karunia Allah. Arrahman arrahim dua kalimat pecahan dari rahmat untuk menyebut kelebihan, dan kata Rahman lebih luas dari Rahim. “Alhmadulillahi Rabbil ‘alamiin”. Segala puji bagi Allah Tuhan yang memelihara alam semesta. Ibnu Jariri berkata,”Alhamdulillah, syukur yang ikhlas kepada Allah tidak kepada lain-lainnya dari pada makhluknya. Rabb berarti pemilik yang berhak penuh, ar-rahman berarti yang memberi nikmat halus sehingga tidak terasa, padahal nikmat besar.[3]
b). Tafsir Al-Maraghi
Kata al-ismu dalam bahasaarab berarti kata yang menunjukkan pada suatu dzat atau bisa menunjukkan pada sesuatu yang bersifat maknawi. Didalam menyebut nama Allah diharuskan adanya keterlibatan hati dan lisan didalam rangka mengingat keagungan dan kebesaran Allah, serta nikmat-nikamt yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya. Didalam sebuah hadist disebutkan bahwa Al-Hamdu itu berarti inti ungkapan rasa syukur. Seorang hamba yang tidak bersyukur kepada Allah berarti ia tidak pernah memujiNya. Setiap pujian hanyalah bagi Allah sebab, Dialah sumber terciptanya semua makhluk. Kata Ar-Rahim berarti sifat yang tetap kepada Allah. Dari sifat inilah lahir kebajikan dan kasih sayang Allah. Ad-Diiin seacra bahasa berarti perhitungan, pahala, dan pembalasan. Itulah makna yang sesuai dalam hubungan ini, dikatakan maliki yaumiddiin aga diketahui bahwa diin itu mempunai hari tertentu, yakni ketiak manusia menerima balasan.[4]
c). Tafsir Al-Azhar
Kata alkhamdulillah:segala puji bagi Allah. Tidak ada yang lain yang mendapat pujian itu, meskipun misalnya ada orang ynag berjasa baik kepada kita, meskipun kita memujinya hakikat puji hnaya kepada Allah. Sebab orang itu tidak dapap berbuat apa-apa kalau bukan karena tuhan yang maha Murah dan Penyayang. Ayat ini menyempurnakan maksud ayat yang sebelumnya. Jika Allah sebagai Rabb, sebagai pemelihara dan pendidik bagi seluruh alam tidak lain isi pendidikan itu, melainkan karena kasih sayang-Nya semata dan kaena murah-Nya belaka. Maka apabila Ar-Rahman Ar-Rahim telah disambung dengan maalikiyaumiddin, barulah seimbang pengabdian dan pemujaan kita kepada tuhan. Hidup tidak berhenti hingga kini saja, akan nada sambungnya lagi yaitu hari pembalasan, hari agama yang sebenarnya dimana kita harus mempertanggung jawabkan semua tingkah laku kita didunia.[5]
Jadi pelajara yang dapat diambil dari Qur’an surat Al-Fatikhah ayat 1-4 adalah sebagai berikut:
1.      Ayat pertama dalam surat Al-fatikhah, yakni basmalah, member pelajaran agar kita memulai setiap pekerjaan dengan mengucapkan basmalah sehingga terjalin hubungan yang erat antara si pengucap/pembaca dengan Allah Swt, dan dengan penyebutan kedua Sifat-Nya: ar-rahman ar-rahim, terucap dalam hati si pembaca betapa besar rahmat Allah sehingga semestinya pembacanya tidak akan berputus asa, betapapun berat dan sulit keadaan yang dihadapinya.
2.      Ayat kedua surat al-fatikhah, alkhamdulillah (segala puji bagi Allah adalah pengajaran agar seseorang selalu menyadari betapa besar rahmat dan anugrah Allah swt, kepadanya. Sehingga sesekali ia mengalami sesuatu yang tidak menyenangkannya maka ia akan teringat rahmat dan nikmat Allah swt yang selama ini dinikmatinya.
3.      Redaksi pesona ketiga pada kalimat alhamdulillha dalam arti si pemuji tidak  berhadapan langsung dengan Allhaswt. Memberi pelajaran bahwa memuji tanpa kehadiran yang dipuji lebih baik dari pada memuji dihadapannya.[6]
C.  Al- Asma’ Al- Khusna
Pembuktian asma’ Allah yang lima (Allah, Ar-Rabb, Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Malik), dilandaskan kepada dua dasar:
Yang pertama, asma’ Allah menunjukkan sifat-sifat kesempurnaannya, asma’ ini merupakan sifat yang semuannya baik. sebab, jika asma’ itu hanya sekedar lafadz yang tidak mempunyai makna apapun, maka ia tidak bisa disebut khusna dan tidak menunjukkan kesempurnaan. Lalu akan mterjadai keracuan antara dendam dan marah yang menyertai antara rahmat dan ihsan.
Yang kedua, satu dari berbagai asma’ Allah, disamping menunjukkan kepada dzat dan sifat ynag disesuaikan dengannya, maka ia juga menunjukkan dua bukti lainnya yang sifatnya kandungan dan keharusan. Jika sudah ada kejelasan tentang dua dasar ini, maka asma’ Allah menunjukkan keseluruhan pada asma’ul khusna dan sifat-sifat yang tinggi. Hal ini menunjukkan kepada Ilahiyyah-Nya, dengan penafian kebalikannya. Maksud dari sifat Ilahiyyah adalah sifat-sifat kesempurnaan yang terlepas dari penyerupaan dan permisalan, aib dan kekurangan,. Karena Allha tewlah menambahkan semua asma’ul khusna ke Asma’-Nya yang agung ini (Allah).
Sifat kegungan dn keindahan lebih dikhususkan untuk nama “Allah”, perbuatan, kekuasaan, kesendirian-Nya dalam memberi manfaat dan mudlarat, memberi dan menahan, kehendak, kesempurnaan, kekuatan, dan penanganan urusan makhluk yang lebih dikhususkan untuk nama “Ar-Rabb”, sifat ihsan, murah hati, pemberi dan lemah lembut lebih dikhususkan untuk nama “Ar-Rahman”. Masing-masing disesuaikan dengan kaitan sifat. Ar-Rahman artinya yang memiliki sifat rahmat. Sedang Ar-Rahim yang mengasihi hamba-hambanya. Karena itu dikatakan dalam firman-Nya, “Dia Ar-Rahim (maha pengasih) terhadap hamba-hambanya”, dan tidak dikatakan, “Ar-Rahman (yang memiliki sifat rahmat) terhadap hamba-hambanNya”. Penciptaan, pengadaan, penanganan urusan dan perbuatan berasal dari sifat Rububiyyah. Sedangkan pahala, balasan, siksa, surge, dan neraka berasal dari sifat Al-Malik, artinya Dialah yang menguasai hari pembalasan. Dia memerintahkan mereka berdasarkan Ilahiyyah-Nya, menunjuki dan menyesatkan mereka berdasarkan Rububiyyah-Nya, member balasan dan siksa berdasarkan kekuasaan an keadilan-Nya. Setiap masalah ini tidak bisa dipisahkan dari yang lain.
Disebutkan asma’-asma’ ini setelah al-hamdu(pujian) dan pengaitan al-hamdu dengan segala cakupannya, menunjukkan bahwa memang Dia adalah yang terpuji dalam Ilahiyyah-Nya, dalam Rububiyyah-Nya, dalam Rahmaniyyah-Nya, dalam kekuasaan-Nya, Dia adalah sesembahan yang terpuji, Illah dan Rabb yang terpuji, Rahman yang puji, Malik yang terpuji. Dengan begitu Dia memiliki seluruh kesempurnaan, kesempurnaan dalam asma’ Allah secara sendirian dan kesempurnaan dalam asma’-asma’ lainnya secara sendirian serta kesempurnaan dalam penyertaan suatu asma’ dengan asma’ lain. Karena itu sering disebut dua asma’ secara berurutan.[7]
1.    Aplikasi Dalam Kehidupan
a)      Selalu mawas diri bahwa didunia ini yang berhak dipuji hanyalah Allah semata
b)      Selalu memuji Allah sebagai rasa syukur kita kepada Allah
c)      Mempelajari sifat-sifat Allah sebagai pendidik agar kita dapat menjadi pendidik yang baik
d)     Selalu berusaha menjadi pendidik yang baik
2. Aspek Tarbawi
a)      Bahwa Allah memberikan ilmu kepada hambanya dengan berbagai cara
b)      Selalu memberikan kasih sayang terhadap peserta didik kita seperti Allah yang memberikan kasih sayang kepada hambanya
c)      Bahwa pendidikan harus disertakan pembinaan
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Bahwa seluruh alam ini yang berhak mendapat pujian hanyalah Allah semata seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Ftikhah dimana Allah telah menerangkan metode pendidik yang begitu baik. allah melakukan pendidikan kepada manusia dengan dua macam yairtu pendidikan dan pembinaan atau memelihara terhadap kejadian fisik yang terlihat pada pengembangan jasad dan fisiknya sehingga mencapau kedewasaan serta pendsidikan terhadap perkembvangan potensi kejiwaan da akal pikirannya. Selain itu Allah juga selalu memberikan kasih sayang kepada hambanya. Allah memberikan pendidikan melalui seluruh alam yang diciptakannya.
B.  Saran
Semoga kita dsapat memahami tentang tugas kita sebagai pendidik yang sudah dicontohkan Allah dalam mendidik kita melalui ala mini dan al-qur’an.
                                                          DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1985. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang:Toha Putra
Al-Juziyah, Ibnu Qayyim. 1998. Madarijus-Salikin Pendakian Menuju Alla. Jakarta: PUSTAKA
 AL- KAUTSAR
Bahresy, Salim. 1987.  Terjemah Singkat Tafsir IBNU KASTIER. Surabaya: PT Bina Ilmu
Nata, Abuddin. 2002. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA
Hamka. 1981. Tafsir Al-Azhar. UUDP: Yayasan Nurul Islam
Shihab, M. Quraish. 2012. Al-Lubab . Tanggerang: Lentera Hati


[1] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta:PT RAJA GRAFINDO PERSADA, 2002), hlm. 25-26
[2] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta:PT RAJA GRAFINDO PERSADA, 2002), hlm. 24.
[3] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir IBNU KASTIER, (Surabaya:PT Bina Ilmu, 1987), hlm16-27.
[4]Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: Toha Putra, 1985), hlm. 33-51.
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar, (UUDP: Yayasan Nurl Islam: 1981), hlm. 77-114.
[6] M. Quraish Shihab, Al-Lubab,(Tanggerang:Lentera Hati: 2012), hlm. 6-7.
[7]  Ibnu Qayyim Al-Juziyah, Madarijus-Salikin Pendakian Menuju Alla, (Jakarta:PUSTAKA AL-KAUTSAR, 1998), hlm. 9-12.
 
Nailal Izzah Blog Design by Ipietoon