KONSEP DASAR TEKNOLOGI
PENDIDIKAN DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA
A.
Pengertian Teknologi Pendidikan
Ada beberapa pendapat yang mendefenisikan
tentang teknologi pendidikan. Menurut Webster Dictionary secara istilah teknologi
pendidikan berasal dari bahasa yunani technologia yang berarti Systematicrtreatment
atau penanganan suatu secara sistematis dan secara bahasa teknologi berasal
dari kata dasar techne yang berarti keahlian, ketrampilan, dan ilmu.
Menurut AECT (Assotiation of Education Communication and
Technology), teknologi pendidikan adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi
pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan menciptakan, menggunakan, dan mengelola
proses teknologi yang sesuai dengan sumberdaya.[1]
Disisi lain ada yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah pengembangan,
penerapan, penilaian sistem-sistem, teknik, serta alat bantu yang fungsinya untuk
memperbaiki dan meningkatkan proses belajar
manusia. Jadi dapat di katakana bahwa
teknologi pendidikan merupakan seperangkat lunak atau keras yang
digunakan untuk menganalisis, mendesain dan menunjang proses pembelajaran berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai. Pada hakikatnya teknologi pendidikan merupakan suatu
pendekatan yang sistematis dan kritis mengenai pendidikan dan memandang soal mengajar
dan belajar sebagai masalah atau problematika yang harus dihadapi secara rasional
dan ilmiah.
Teknologi pendidikan merupakan
suatu proses dimana didalamnya melibatkan orang, prosedur, peralatan, dan organisasi
untuk menganalisis masalah, mencari jalan pemecahan masalah yang menyangkut semua
aspek belajar manusia. Educational technology is the study and ethical practice
of facilitating learning and improving performance by creating, using, and
managing appropriate technological processes and resources.[2]
B.
Landasan Teknologi Pendidikan
1. Landasan filosofi
Bahwa model pendidikan itu hendaknya
merupakan suatu bentuk atau contoh utama dari masyarakat maka dalam konteks
yang lebih luas sebagai hasil karya pendidikan, dengan demikian maka dalam
konteks masyarakat yang lebih luas, titik berat penekanan ditujukan kepada
dimensi-dimensi, kecenderungan untuk timbulnya masyarakat teknologi.
Kurikulum teknologi berorientasi kemasa
depan, yang memandang teknologi sebagai dunia yang dapat diamati serta diukur
secara pasti. Oleh karena itu dalam pendidikan lebih mengutamakan penampilan
perilaku lahiriah atau eksternal, dengan penerapan praktis hasil
penemuan-penemuan ilmiah yang secara karakteristik menuju ke arah komputerisasi
program pengajaran yang ideal, sesuai dengan prinsip-prinsip gyberuetis.
Dalam proses belajar mengajar, model
teknologi pendidikan lebih menitikberatkan kepada kemampuan siswa secara
individual dimana materi pelajaran sesuai ketingkatan kesiapan, sehingga siswa
mampu mempertunjukkan perilaku yang diharapkan.
Manfaat yang sangat besar dari model
kurikulum teknologi ini adalah materi pelajaran dapat disajikan kepada siswa
dalam pelajaran dalam berbagai bentuk multimedia, para siswa menerima pelajaran
seperti pada model pendidikan klasikal, tetapi para siswa lebih yakin dalam
menangkap pelajarannya, karena penyajian pelajaran lebih hidup, lebih realistis,
serta lebih impresif.
Berdasarkan tinjauan dari falsafah ilmu,
setiap pengetahuan mempunyai tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh
pengetahuan yang didukungnya (Suriasumantri, 1982/83, h.88). Ketiga komponen
tersebut adalah ontologi (apa), epistimilogi (bagaimana), dan aksiologi (untuk
apa). Selanjutnya Surisumantri mengemukakan bahwa ontology merupakan asas dalam
menetapkan ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan, serta penafsiran
tentang hakikat realitas dari objek tersebut. Epistimologi merupakan asas mengenai
cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh
pengetahuan. Sedangkan aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan
yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut.
2. Landasan psikologi
Dalam pandangan modern, belajar adalah
proses perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungan. Seseorang
dinyatakan melakukan kegiatan belajar setelah ia memperoleh hasil, yakin
terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Pola
tingkah laku tersebut meliputi aspek rohani dan jasmani. Menyangkut perubahan
yang bersifat pengetahuan (kognitif), ketrampilan (psikomotorik) dan menyangkut
sikap nilai (afektif).
Siswa yang belajar dipandang sebagai
organisme yang hidup, sebagai satu keseluruhan yang bulat. Ia bersifat aktiif
dan senantiasa mengadakan interaksi dengan lingkungannya, menerima, menolak,
mencari sendiri, dapat pula merubah lingkungannya. Tingkah laku yang diperoleh
dari belajar dapat dilihat dari: terbentuknya tingkah laku berupa kemampuan
aktual dan potensial, kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif
lama, kemampuan baru tersebut diperoleh melalui usaha. Studi yang mempelajari
tingkah laku individu ada pada psikologi, oleh sebab itu teknologi pengajaran
sebagai upaya pembantu siswa dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan dan
pengajaran didasarkan atas psikologi. Diantara cabang-cabang psikologi yang
paling erat kaitannya dengan teknologi pengajaran yaitu psikologi belajar hal
ini tidak berarti bahwa cabang psikologi lainnya seperti psikologi
perkembangan, psikologi kepribadian, psikologi sosial, tidak penting namun
kontribusi psikologi tersebut tidak sekuat psikologi belajar. Psikologi
pendidikan meletakkan dasar-dasar bagi lahirnya teori belajar, yakni teori yang
berusaha menjelaskan dan menjawab pertanyaan bagaimana terjadi perubahan
tingkah laku individu. Dengan kata lain teori pengajaran bersumber dari teori
belajar.
Teknologi belajar pada hakekatnya adalah
teori pengajaran seperti halnya teori kurikulum, teori bimbingan penyuluhan,
teori administrasi pendidikan, teori penilaian, dan lain sebagainya. Karena itu
salah satu diantara landasan teori pengajaran teknologi pengajaran adalah psikologi
belajar.[3]
3. Landasan sosiologi
Berkomunikasi merupakan kegiatan manusia,
sesuai dengan nalurinya yang selalu ingin berhubungan satu sama lain, saling
berinteraksi dan saling membutuhkan. Keinginan untuk berhubungan diantara
sesamanya sesungguhnya merupakan naluri manusia yang ingin hidup berkelompok
atau bermasyarakat. Dengan adanya naluri tersebut, maka komunikasi dapat
dikatakan merupakan bagian hakiki dari kehidupannya yang senantiasa hidup
bermasyarakat. Dengan kata lain, manusia akan kehilangan hakekatnya sebagai
manusia bila ia tidak melakukan kegiatan komunikasi dengan sesamanya.
Peranan teknologi dalam belajar yang
dirancang sebagai tujuan pengajaran yang lebih efektif ekonomis, merupakan
peranan komunikasi yang sangat penting. Sebab hakikat teknologi pengajaran
adalah upaya mempengaruhi siswa agar dapat mencapai tujuan pendidikan. Oleh
sebab itu, landasan sosial teknologi pengajaran ada pada komunikasi insani.
Seorang ahli komunikasi dari amerika
”Wilbur schramm” menjabarkan pengertian ilmu komunikasi itu ke dalam tiga
kategori pokok dengan beberapa istilah: Encoder yaitu komunikasi, guru
mempunyai informasi tertentu dan benar, kecepatan yang optimal dan sampai
kepada penerima informasi yaitu para siswanya.
Pesan yang di sampaikan berupa ajaran
dan pendidikan, yang ada dikurikulum, dituangkan oleh guru atau sumber lain kedalam
simbol-simbol komunikasi, baik simbol verbal (kata-kata lisan atau tertulis)
maupun simbol non verbal atau visual. Proses pertuangan pesan kedalam
simbol-simbol itu disebut encloding, selanjutnya penerima pesan menafsirkan
simbol-simbol komunikasi tersebut sehingga diperolehnya pesan. Proses
penafsiran simbol-simbol komunikasi yang mengandung pesan-pesan tersebut
disebut decoding.
Ada beberapa faktor yang menjadi
penghambat atau penghalang proses komunikasi. Penghambat komunikasi tersebut
dikenal dengan istilah barriers atau noises, adapun hambatan-hambatan tersebut
meliputi :
a. Hambatan Psikologi
b. Hambatan Fisik
c. Hambatan Cultural
d. Hambatan Lingkungan
Media pendidikan sebagai
salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi
hal tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya
indera, cacat tubuh atau hambatan jenis geografis, jarak waktu dan sebagainya
dapat dibantu atau diatasi dengan pemanfaatan media belajar.
Signal, yaitu pesan, berita
pernyataan tertentu yang ditujukan kepada dan diterima oleh seseorang atau
kelompok orang penerima pesan itu yang dilukiskan dalam bentuk gerak tangan,
mimik, wajah, kata-kata lisan atau tulisan, gambaran, foto, grafik, peta,
diagaram dll.
Decodes, yaitu komunikasi yang
dalam konteks pendidikan adalah siswa yang menerima pesan tertentu, mampu
memahami isi pesan yang diterimanya, makna decoder adalah penerimaan sandi,
sebab atau lambang itu dipecahkan, dipahami, dihayati, disimak, dan sangat
dimengerti isinya.
Komunikasi memegang
pertahanan yang penting dalam pendidikan agar komunikasi antara guru dan siswa
berlangsung baik, dan informasi yang disampaikan guru dapat diterima siswa,
guru dapat menggunakan media pengajaran komunikasi yang dapat berfungsi sebagai
informasi persuasif, rekreatif dan efektif.[4]
4.
Landasan Religius
a.
Al-qur’an
Al-Qur’an
adalah kalam Allah yang menjadi sumber segala hukum dan menjadi pedoman pokok
dalam kehidupan, termasuk membahas tentang pembelajaran. Dalam Al-Qur’an banyak
sekali ayat yang berhubungan dengan pembelajaran dan metode pembelajaran. Ayat
pertama (lima ayat yang merupakan wahyu pertama) berbicara tentang keimanan dan
pembelajaran, yaitu;

”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan [1]
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah [2] Bacalah, dan Tuhanmulah
yang paling sempurna [3] Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam [4]
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya [5].
Lima
ayat tersebut merupakan ayat pertama yang diterima oleh Nabi Muhamad, yang
diantaranya berbicara tentang perintah kepada semua manusia untuk selalu
menelaah, membaca, belajar dan observasi ilmiah tentang penciptaan manusia
sendiri.
Ayat ini mengandung perintah membaca,
yaitu membaca teks secara verbal dan non verbal. Juga perintah untuk menulis
dengan perantraan qalam (pena). Ini jelas menunjukan perintah untuk megadakan
pembelajaran. Karena membaca dan menulis merupakan wahana pelestari dan
pengembang ilmu pengetahuan. Dengan membaca maka orang bisa mengenal semuanya,
termasuk mengenal dirinya sendiri. Tentu saja membaca disini tidak hanya pada
hal-hal yang verbal (teks) saja, tetapi juga yang non verbal, yaitu dunia dan
seisinya ini.
Wahbah
al-Zuhaily memberikan gambaran secara luas tentang ayat ini, bahwa membaca dan
menulis merupakan nikmat yang besar dari Allah SWT. Menulis bisa berfungsi
sebagai perantara untuk saling memahami kepentingan manusia. Andaikan tidak ada
tulisan maka akan hilanglah semua ilmu dan orang akan kehilangan jalur petunjuk
kearah agama. Kehidupan dan segala perundang-undangan tidak akan bisa baik dan
lestari. Tulisanlah yang bisa menyambungkan ilmu umat terdahulu kepada umat
berikutnya, sehingga umat bisa selalu mengalami kemajuan, keutuhan ajaran agama
tetap terjaga.
Landasan al-Qur’an yang kedua adalah
surah an-Nahl ayat 125 :

“Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”
Ayat ini berbiacara tentang beberapa
metode pembelajaran. Di sini ada tiga contoh metode, yaitu hikmah
(kebijaksanaan), mau;idoh hasanah (nasehat yang baik), dan mujadalah (dialog
dan debat). Pendapat seperti ini banyak disampaikan para mufasir, seperti
Fakhruddin ar-Razy, Muhammad ash-Shawy, an_Nawawy al-Jawy, dan lain-lain.
b.
As-sunnah
”Dari Muhammad bin yusuf, dari sufyan, dari A’masy, dari Abi Wa;il,
dari Ibn Mas’ud yang mengatakan : Bahwa Nabi SAW selalu mengatur waktu ketika
memberi nasihat-nasihat kepada kita dalam beberapa hari karena kuatir kita
menjadi bosan.”(HR Bukhori).
Maksudnya, dalam memberi nasihat-nasihat
kepada para sahabatnya, Rasulullah sangat berhati-hati dan memperhatikan
situasi dan keadaan para sahabat. Nasihat itu diberikan pada waktu tertentu
saja, tidak dilakukan setiap hari agar tidak membosankan.
Hadis ini berbicara tentang metode
pembelajaran, yaitu bahwa pembelajaran itu harus menggunakan metode yang tepat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi, terutama dengan mempertimbangkan
keadaan orang yang akan belajar.
Selain
itu, proses pembelajaran harus dibuat dengan mudah dan sekaligus menyenangkan
agar siswa tidak tertekan secara psikologis dan merasa bosan terhadap suasana
dikelas serta apa yang diajarakan oleh gurunya. Hal ini sesuai dengan apa yang
disabdakan oleh Rasulullah :
“Dari Anas RA bahwa Nabi SAW bersabda
: Mudahkanlah dan jangan kamu persulit. Gembirakanlah dan janganlah kamu
membuat lari.” (HR Bukhori).[5]
C.
Tujuan Teknologi Pendidikan
Terpenuhinya kebutuhan belajar warga
masyarakat yang beragam, dengan diciptakannya berbagai sistem dan pola
belajarpembelajaran, dan secara tidak langsung merangsang kegiatan dan
perkembangan sosial, ekonomi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.[6]
D.
Sejarah Perkembangan Teknologi Pendidikan
Berdasarkan pendekatan historis pada
tahun 2001 Januszewski mengungkapkan bahwa tahap awal dari pengembangan konsep dan
istilah teknologi pendidikan dilandasi oleh tiga faktor, pertama engineering
atau keahlian, kedua science atau ilmu pengetahuan, ketiga the
development of the Audio Visual education movement atau perkembangan audio
visual pendidikan. Dari hasil kajian menunjukkan bahwa teknologi pendidikan
memiliki keterkaitan dengan ketiga factor diatas (engineering science dan audio
visual).[7]
Engineering disini memiliki makna yang menggambarkan kegiatan riset,
pengembangan konsep dan usaha menghasilkan teknologi untuk digunakan secara praktis
yang pada masa itu kebanyakan terdapat di bidang industry. Pada tahun
1990 Saettler menyatakan bahwa Franklin Bobbitdan W.W. Charters menjadi perintis
penggunaan istilah “educational engineering” pada tahun 1920, khususnya pada pendekatan
untuk pengembangan kurikulum. Munroe juga menggunakan istilah educational
engineering dalam konsep ilmu management dalam setting pendidikan,
dengan beralasan bahwa istilah tersebut diperlukan dalam mengkaji, mana yang
lebih baik, mana yang harus dihindari, apa yang perlu dipersiapkan, dan mengapa
mengalami ketidak berhasilan.
Berdasarkan pemaparan dapat ditarik garis temu antara educational
engineering dan industrial engineering yakni keduanya menggunakan metode
riset yang dilandasi oleh dasar keilmuan.
Selanjutnya dalam pelaksanaannya di bidang pendidikan,
penyelenggara dan pengajar harus menetapkan bagaimana cara belajar yang
efisisen agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal
sehingga masalah belajar dapat terpecahkan.
Perkembangan selanjutnya yakni fase permulaan dimana pada tahap ini
konsep teknologi pendidikan disusun secara sistematis. Pada tahun 1963 AECT
mulai menyusun definisi secara formal yang ditandai dengan pergeseran audio
visual ke arah teknologi pendidikan. Pada masa ini perumusan definisi disusun
dengan berfokus pada pemahaman bahwa teknologi merupakan teori dan reorientasi
konsep yang membedakannya dengan konsep audio visual.
Konsep yang berkembang pada masa permulaan terus dikaji ulang dan
disesuaikan dengan pemanfaatan audio visual dalam pendidikan. Pada tahun 1965
menghasilkan beberapa pilihan. Namun sejalan dengan perubahan Department of
Audio Visual Instruction (DAVI) menjadi Association for Educational
Communication and Technology (AECT), Maka secara serempak bidang kajian audio
visual berubah nama menjadi instructional technology atau educational technology.
Silber mengungkapkan bahwa perubahan ini mempunyai maksud terhadap cakupan
pekerjaan educational technology yang akan mengahasilkan keanekaragaman program
dan rancangan pembelajaran yang dapat dimanfaatkan pesertadidik untuk memenuhi
kebutuhannya.[8]
E.
Ruang Lingkup Teknologi Pendidikan
Ada 5 jenis ruang lingkup dalam teknologi
pendidikan yakni: Desain, Pengembangan, Pemanfaatan, pengelolaan, danpenilaian.
Setiap kawasan tersebut memberikan kontribusi yang mana tiap-tiap kawasan tidak
berdiri sendiri melainkan saling keterkaitan antara satu dengan yang lain
sebagai suatu kegiatan yang sistematik. Adapun penjabarannya sebagai berikut[9]:
1.
Desain
Merupakan proses untuk menentukan kondisi belajar dengan tujuan menciptakan
strategi dan produk. Dalam mendesain meliputi 4 hal utama yakni, desain system
pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran, dan karakteristik pembelajaran.
2.
Pengembangan
Merupakan proses penerjemahan spesifikasi atau pengolahan lanjutan desain
kedalam bentuk fisik, meliputi: teknologi cetak, teknologi audiovisual,
teknologi berbasis computer, dan teknologi terpadu.
3.
Pemanfaatan
Merupakan aktivitas yang menggunakan sumber dan proses untuk belajar.
Fungsi pemanfaatan jelas yakni ketika membicarakan bahan atau system
pembelajaran dengan pembelajaran.
4.
Pengelolaan
Dalam pengelolaan ini meliputi pengendalian teknologi pendidikan pembelajaran
melalui, perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi. Pengelolaan
bermula dari administrasi pusat media, program media, dan pelayanan media.
5.
Penilaian
Penilaian merupakan proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran berdasarkan
aktivitas manusia sehari-hari, dalam kehidupan sehari-hari kita selalu memperkirakan
berapa nilai aktivitas atau kejadian.[10]
F.
Implikasi Teknologi Pendidikan dalam Pembelajaran
Teknologi pendidikan memberikan peran
dalam proses pembelajaran yakni membantu meningkatkan kinerja dengan membuat,
menggunakan, mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai. Dengan adanya penerapan
dari teknologi pendidikan membuat proses belajar mengajar lebih efisien dan efektif
yang ditandai dengan sedikitnya biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan sehingga
memberikan nilai tambah yang positif. Berdasarkan kondisi ini kemungkinan ada implikasi
teknologi pendidikan dalam pembelajaran yang diantaranya:
1.
Potensi teknologi
pendidikan
Potensi yang dikemukakan oleh Ely sebagai berikut:
a.
Meningkatkan produktivitas
pendidikan dengan jalan: mempercepat laju belajar, membantu guru menggunakan waktunya
dengan baik, mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi
b.
Memberikan pendidikan
yang sifatnya lebih individual dengan jalan: mengurangi control guru yang kaku dan
konvensional, memberikan kesempatan pesertadidik belajar maksimal, dapat memenuhi
karakteristik siswa yang berbeda-beda dengan adanya berbagai pilihan sumber
belajar.
c.
Dan lebih memantapkan
pengajaran dengan jalan: meningkatkan kemampuan guru dengan berbagai media
komunikasi, dan penyajian data secara kongkrit.
2.
Fungsi teknologi
pendidikan
a.
Sebagai sarana bahan
ajar yang ilmiah dan objektif
b.
Sebagai sarana untuk
memotivasi peserta didik
c.
Sebagai sarana untuk
membantu peserta didik mempresentasikan apa yang ia ketahui
d.
Sebagai sarana untuk
meningkatkan efektifitas dalam belajar
e.
Sebagai sarana meningkatkan
keberhasilan dalam pembelajaran
f.
Sebagai media
pembelajaran yang mudah.,
g.
Dan sebagai sarana
pendukung terlaksananya program pembelajaran yang sistematis.
3.
Manfaat teknologi
pendidikan
a.
Manfaat bagi pendidik
a)
Pendidik dapat lebih
mudah kan tercapainya tujuan
pendidikan
b)
Pendidik dapat mempermudah
desain pembelajaran
c)
Pendidik dapat mengefesienkan
waktu
d)
Pendidik dapat lebih
meningkatkan efektifitas pembelajaran
e)
Pendidik dapat menunjang
metode pembelajaran
f)
Dan pendidik lebih
mudah menyampaikan materi pembelajaran.
b.
Mafaat bagi peserta
didik
a)
Peserta didik dapat
lebih cepat memahami apa yang disampaikan pendidik
b)
Peserta didik menerima
materi dengan senang
c)
Peserta didik dapat
mempresentasikan apa yang diketahui
d)
Dan Peserta didik
tidak bosan dengan cara penyampaian materi pembelajaran yang verbal.[11]
[1]
Nasution, Teknologi Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2012), hlm.1.
[2]
Nasruddin Hasibuan, “Implementasi
Teknologi Pendidikan Dalam Pendidikan Islam”, dalam Jurnal Dosen FTIK IAIN
Padangsidimpuan. (volume.III, No. 02 Juli 2015), hlm.102.
[5] Syukur, Fatah, Teknologi Pendidikan, (Semarang: Rasail
Media Group, 2008), hlm. 38-39.
[6] Yuberti,
Dinamika Teknologi Pendidikan,
(Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat IAIN Raden Intan Lampung, 2015), hlm. 8.
[7]
Corry Purba, “Konsep Teknologi Pendidikan
di Indonesia”, Jurnal:
Universitas Simalungun. Hlm.16.
[8] Ibid, hlm. 17.
[9]
Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.20-22.
[11]
Nasruddin Hasibuan, “Pengembangan
Pendidikan Islam dengan Implikasi Teknologi Pendidikan”, Jurnal Dosen FTIK IAIN Padangsidimpuan (FITRAH, Volume. 01 No.2, 2015), hlm.198-200.
0 komentar:
Posting Komentar